Masyarakat Indonesia dan Kesadaran Sejarah
Apakah yang terlintas di benak kita (warga masyarakat) setiap kita mendengar kata sejarah?. Umumnya masyarakat kerap menghubungkan kata sejarah dengan suatu ingatan peristiwa atau kejadian, tanggal, statistik, dan nama orang-orang. sementara yang lain menghubungkan dengan sesuatu yang antik dan tua. Ada pula yang menghubungkan dengan sesuatu yang membosankan, sesuatu yang tidak hidup, dan kepingan suatu peninggalan.
Dalam kehidupan sehari-hari, di kedai kopi,sekolah-sekolah, kampus-kampus, medsos, dll, melihat dan mendengar ungkapan klise seperti, "Masa lalu biarlah masa lalu atau Yang lalu biarlah berlalu, yang sudah terjadi biarlah terjadi untuk apa di kenang lagi". Mungkin pernyataan di atas ada benarnya juga, tetapi tidak semua peristiwa yang terjadi masa lalu dilupakan semua apa yang terjadi. Karena setiap dibalik peristiwa ada hikmah atau pelajaran yang bisa di ambil, dengan kejadian atau peristiwa di masa lalu masyarakat lebih mudah menghadapi peristiwa serupa sehingga dapat menjalani hari yang akan datang dengan baik dan sempurna.
Dan hingga saat ini, ada sebagian warga masyarakat indoensia yang beranggapan bahwa dengan mengingat sejarah hanya membuat hidup kita statis, terpasung, terlena, dalam menghadapi masa depan. Tentu saja, ada yang memandang sejarah dengan cara yang lain. mereka mempertimbangkan sejarah sebagai sesuatu yang patut dihargai. Hal ini, misalnya, banyak di wujudkan dalam nilai-nilai orang Filipina yang menghargai nilai-nilai masa lampau, sebab menurut mereka masa lampau membuat persiapan untuk masa sekarang dan masa depan. oleh karena itu, orang filipina sering mengatakan, "ang hindi lumingon sa pinanggalingan, hindi makararating sa parorooan. (seseorang yang tidak menoleh ke masa lampau atau tidak mempertimbangkan masa lampau tidak dapat mencapai tujuannya), (Alex Sobur, 2004).
Ironisnya, pada kebanyakan masyarakat indonesia, masa lampau atau kebudayaan masa lampau sama sekali tidak menarik perhatian kita. Sejarah agaknya tidak mampu berbicara apa-apa sekarang ini. Semua produk seni nenek moyang ratusan ribu tahun yang lalu tidak pernah menggerakan rasa haru kita. Sehingga dengan demikian tidak sayang jika harta budaya itu hilang begitu saja ditelan waktu. Kita tidak pernah merasa peduli atau khawatir terhadap buku-buku kuno atau budaya di masa lampau. (Hal: 260). Seperti contoh di Jakarta terdapat 60 lebih museum dan budaya serah. tetapi kini, kota jakarta lebih dikenal sebagai kota metropolitan, industri, kota fashion ketimbang kota museum atau kota budaya sejarah. (Dalam buku Komunikasi Narasi, Paradigma, Analisis, dan Aplikasi, Drs.Alex Sobur, M.Si, Hal:261).
Mengenaskan memang, kita (warga masyarakat indonesia) selama ini terkesan abai terhadap apapun yang berbau masa lampau. Kita selalu beranggapan, segala yang telah lampau biarlah berlalu bersama bergulirnya waktu, berdebu, mati, dan hanya patut dikuburkan tanpa tanda-tanda. Kita barangkali lupa atau tidak mau belajar dari pengalaman negara-negara barat yang kini telah arif dalam memperlakukan sejarah. Mungkin banyak di antara kita terheran-heran mengetahui mengapa rakyat Amerika, misalnya, tak bosan-bosan mengunjungi gubuk Lincoln, Forge, atau melihat dan tulisan tangan penyair Emily Dickinson.
Dan orang-orang perancis berduyun-duyun tiap liburan mengunjungi rumah-rumah di mana Napoleon pernah hidup, Victor Hugo pernah menulis, mengapa orang-orang inggris memelihara baik rumah Shakespeare, rumah Dickens. dan pula mengapa orang-orang jerman tidak rela mati dulu sebelum menengok bekas rumah yang di tinggali Goethe atau Beethoven, dan di sana mengagumi kertas-kertas usang bekas tulisan-tulisan mereka yang cakar ayam. padahal, orang-orang itu telah lebih dari sekali membaca tulisan seniman-seniman itu dengan huruf-huruf cetak di buku-buku.
Kita patut bertanya mengapa orang-orang dari bangsa-bangsa besar itu menjunjung tinggi terhadap sejarah dan kebudayaan-kebudayaan masa lampau. (Hal:262).
Filsuf Yunani Kuno, Cicero berkata, "historia vitae magistra". sejarah adalah guru kehidupan yang paling baik. Filsuf asal spanyol Geoge Santayana (1863-1952) berkata, "mereka yang gagal mengambil pelajaran dari sejarah dipastikan akan mengulangi pengalaman sejarah itu" (Those who fail to learn the lessons of history are domed to repeat them). Dan Jaguar D Saluo sejarawan berkata, "Sejarah adalah harta manusia yang akan menunjukan jalan menuju masa depan." Dengan belajar dari sejarah kita mendapat motivasi, semangat yang kokoh untuk menatap masa depan yang lebih baik. Barzun Sejarawan berkata, "sejarah menggembleng jiwa manusia menjadi kuat dan tahan dalam menghadapi teror kekacauan dalam kehidupan kita." (Dalam Kartono Kartodirjo 1990, Hal:21). Artinya adalah bahwa dari sejarah kegagalan, kehancuran, kemunduruan masa lalu warga masyarakat tetap dapat berada dalam semangat, kejernihan jiwa dan pikiran menjalani setiap persoalan di masa depan. Warga masyarakat yang tidak mau, acuh tak acuh atau mengabaikan sejarah tidak akan pernah menjadi masyarakat yang damai, sejahtera, dan sempurna untuk mencapai kesuksesan masa depan.
Sejarah berbeda dengan mitos, mitos bersifat statis, berhenti, tidak pernah berubah. Sedangkan sejarah bersifat dinamis dan seringkali memunculkan perubahan-perubahan baik bersifat kualitatif maupun kuantitaif. Karena itu, sekalipun sejarah cenderung selalu berulang, pengulangan itu sesuai dengan perkembangan zaman.(Buku Selamatkan Indonesia Agenda Mendesak Bangsa, Muhammad Amien Rais, Hal:5).
Dengan demikian, belajar atau kesadaran sejarah adalah bukan mengingat kekalahan, kehancuran, peperangan, dan kejadian suram masa lalu. Melainkan kesadaran sejarah adalah mengambil atau memetik setiap kejadian masa lalu sebagai hikmah, pemicu dan pemacu semangat perjuangan untuk menata dan merencana agenda masa kini agar dapat mencapai kesuksesan dan kejayaan di masa depan. Penulis mengakhiri tulisan ini dengan mengutip salah satu Hadist mengenai pentingnya belajar dari sejarah atau kesadaran sejarah, Hadist Nabi Muhammad SAW berkata: "Barangsiapa yang memiliki masa sekarang yang lebih bagus dari masa lalunya, ia tergolong orang yang beruntung; bila masa sekarangnya sama dengan masa lalunya, ia tergolong orang yang merugi; bila masa sekarangnya lebih buruk dari masa lampaunya, ia tergolong orang yang bangkrut".
*)Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang. Kota Malang, 18 September 2018, 13:30 WIB.
Komentar
Posting Komentar