Cerpen: Sejenak Hening
Hari sudah gelap, jalanan di depan rumahnya sepi, sunyi. hening. Satu persatu rumah tetangga mulai gelap gulita. Toko-toko pun sudah tutup sejam yang lalu. Tapi, nampak di atas langit, bintang bersinar remang-remang. Rembulan tak terlihat. Persis di tutupi awan tebal, sebagian awan-awan bergeser dari barat ke utara, bergeser tak menentu arah. Di salah satu rumah, didalam kamarnya, ada seorang Lelaki dewasa, diam membisu, terbusur kaku, sesekali menggigil, dan berhembus dengan nafas yang berat dan batuk-batuk kecil. Memang, hingga seminggu terakhir. Rumah-rumah disekitaran kota itu masih diselimuti musim dingin, bercampur hawa dingin yang menusuk dada dan menembus tulang. Diluar jalan raya, di gang-gang dan didalam rumah, orang-orang mengenakan baju/jaket tebal, kopiah dikepala dan kaos kaki. Dan sesekali menghisap rokok dan meneguk teh di atas meja. Hari perlahan larut, waktu bergulir begitu cepat, bergulir seperti siklus alam, bergulir dari pagi ke sore, dari sore ke mala