Cerpen: Sejenak Hening
Tapi, nampak di atas
langit, bintang bersinar remang-remang. Rembulan tak terlihat. Persis di tutupi
awan tebal, sebagian awan-awan bergeser dari barat ke utara, bergeser tak
menentu arah.
Di salah satu rumah, didalam
kamarnya, ada seorang Lelaki dewasa, diam membisu, terbusur kaku, sesekali menggigil,
dan berhembus dengan nafas yang berat dan batuk-batuk kecil.
Memang, hingga seminggu
terakhir. Rumah-rumah disekitaran kota itu masih diselimuti musim dingin,
bercampur hawa dingin yang menusuk dada dan menembus tulang. Diluar jalan raya,
di gang-gang dan didalam rumah, orang-orang mengenakan baju/jaket tebal, kopiah
dikepala dan kaos kaki. Dan sesekali menghisap rokok dan meneguk teh di atas
meja.
Hari perlahan larut,
waktu bergulir begitu cepat, bergulir seperti siklus alam, bergulir dari pagi
ke sore, dari sore ke malam, dan akhirnya menuju subuh dan pagi, begitupun
seterusnya. Waktu terus bergulir begitu cepat tanpa henti, bergulir laksana
halilintar yang mencemaskan jiwa raga setiap manusia. Nampak, sesekali bintang
gemintang bersinar reman-remang, awan bergerak tak menentu arah. Sebagian
orang-orang larut dalam tidur, larut dalam bersenda gurau dengan teman-temannya,
sebagian asik dengan canda dan tawa dijalanan, asik di club-club malam, menikmati
dunia remang-remang. Sebagian lagi, ada
yang khusuk dengan sholat malam dan bermunajat pada Allah swt, Tuhan yang maha
pengasih dan penyayang, yang maha kuasa atas segala sesuatu.
Orang-orang yang
bermunajat pada Allah swt, mengikhlasan hati nuraninya untuk tunduk, patuh, bercumbu,
dan beribadah dengan Allah swt, mengikhlasan hati nuraninya untuk mendapatkan
cinta, rahmat dan kasih sayang-nya Allah swt, mengikhlaskan jiwa raga bangun ditengah malam
untuk mengharap belas kasih Tuhan, mengharap segala dosa-dosa, dan perbuatan
zalim diampuni oleh Allah swt zat yang maha pengasih maha penyayang, zat yang
maha mengetahui dan bijaksana atas segala sesuatu.
******
Di dalam kamar itu, lelaki dewasa itu masih diam, diam membisu dan membeku. Sesekali menggigil dan batuk-batuk
kecil. Beberapa menit kemudian, lelaki dewasa itu bangkit dari kasurnya, bangkit
dengan sambil membuka baju, dan keluar dari kamarnya menuju ruang tamu.
Lelaki dewasa itu,
membuka pintu langsung menuju ke pelataran rumah tetangganya. Lelaki dewasa itu
duduk di kursi, menghadap ke arah utara, di tubuhnya melekat baju ditambah jaket
tebal dan mengenakan kaos kaki, Lelaki dewasa itu sejenak diam, hening, dan menutup
mata persis sedang bermeditasi atau merenung mengenai maha kuasa Allah swt, merenung
kondisi masyarakat dan alam semesta.
Waktu bergulir begitu
cepat, bergulir tiada henti dan lelah. Waktu bergulir laksana kilat, yang
menggilas dan menikam jiwa raga setiap manusia yang duduk diam, malas-gelisah,
dan berfoya-foya. Waktu bergulir begitu cepat, tiada kenal henti dan lelah.
Waktu bermula dari subuh/gelap, berubah ke pagi hari menuju sore hari dan
berakhir disenja/malam hari. Matahari akan terbit dipagi hari, perlahan-lahan
bergulir menuju siang, dan akan terbenam di sore hari. Pun dimalam hari, akan
muncul sinar rembulan, bertaburan sinar bintang gemintang, dan awan-awan
bergerak tak menentu, menambah keindahan alam semesta di malam
hari hingga subuh hari.
Dengan demikian, dalam
kehidupan ini, waktu sangat singkat dan sementara ini. Waktu bergulir begitu
cepat laksana kilat. Selalu membiasakan diri, konsisten, bersabar, bersemangat
dan bekerja keras dalam belajar dan meningkatkan wawasan keilmuan dan kejernihan
akhlak mulia. Juga, selalu berinteraksi, bercengkerama dan tolong-menolong
sesama teman-teman, sahabat dekat dan masyarakat luas. Karena dengan itu, dapat
menciptakan lingkungan yang damai, rukun, makmur, hamonis dan sejahtera di masa
kini dan masa datang.
*)Penulis
adalah Fitratul Akbar, Mahasiswa Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang. Kota
Malang 10 Maret 2019. 02:10 WIB.
Komentar
Posting Komentar