*Agama Islam "Penopang" Teknologi Informasi (1)
*Agama Islam "Penopang" Teknologi Informasi (1)
Memasuki abad kedua puluh satu, dunia internasional sedang mengalami sebuah perubahan besar yang dikenal sebagai era globalisasi. Berkat kemajuan teknologi informasi, seperti televisi, komputer, satelit, antena parabola, kendaraan ruang angkasa hampir terdapat di setiap rumah tangga modern. Perubahan besar itu semakin menujukkan kelajuannya dengan adanya kemajuan di bidang teknologi transportasi yang juga semakin cepat. Dahulu, untuk menempuh perjalanan antarnegara dibutuhkan waktu sampai berhari hari, bahkan berbulan bulan. Sekarang ini, tidak hanya jendela internasional yang terbuka, pintu gerbang antar negara pun tampak terbuka lebar.
Dalam era globalisasi, situasi dunia menjadi sangat transparan. Artinya, apa apa yang sedang terjadi di suatu negara dapat dilihat oleh masyarakat di negara lain dalam waktu yang bersamaan dengan selisih waktu beberapa detik atau bebebrapa menit saja.
Lebih lanjut, dengan semakin transparannya perdaban dunia saat ini, berarti telah hilang sekat sekat yang membatasi budaya antar bangsa. Dengan hilangnya sekat sekat itu, budaya antar bangsa semakin mudah untuk saling mempengaruhi. Negara negara yang teknologi informasinya tinggi akan sangat besar kemungkinannya untuk dapat mempengaruhi budaya negara negara yang penguasaan teknologinya masih rendah. Sebagai kita ketahui saat ini, budaya negara negara barat sangat besar pengaruhnya terhadap budaya negara negara tiur sejak mereka mencetuskan revolusi industri. Dengan teknologi informasi yang mereka kuasai sekarang, kemungkinan barat untuk tetap mempengaruhi timur secara lebih jauh lagi sangat besar.(Ibnu Musthafa, hal :9-10).
John naisbitt dan Alvin tofler, masing masing dalam bukunya megatrend tahun 2000 dan gelombang ketiga neramalkan masa depan manusia dengan harapan-harapan yang cerah setelah manusia berjuang selama beribu-ribu tahun. Perubahan-perubahan besar telah dilalui oleh umat manusia, dan pada saat ini manusia telah memsauki era peradaban baru akibat penemuan-penemuan teknologi komputer, penyimpanan data yang canggih, teknologi satelit yang menghubungkan informasi dunia semakin terbuka, dan percobaan-percobaan alat transportasi luar angkasa. Menurut Naisbitt, dunia sedang menuju arah ekonomi global yang memberikan harapan kemakmuran.
Memasuki abad kedua puluh satu, dunia internasional sedang mengalami sebuah perubahan besar yang dikenal sebagai era globalisasi. Berkat kemajuan teknologi informasi, seperti televisi, komputer, satelit, antena parabola, kendaraan ruang angkasa hampir terdapat di setiap rumah tangga modern. Perubahan besar itu semakin menujukkan kelajuannya dengan adanya kemajuan di bidang teknologi transportasi yang juga semakin cepat. Dahulu, untuk menempuh perjalanan antarnegara dibutuhkan waktu sampai berhari hari, bahkan berbulan bulan. Sekarang ini, tidak hanya jendela internasional yang terbuka, pintu gerbang antar negara pun tampak terbuka lebar.
Dalam era globalisasi, situasi dunia menjadi sangat transparan. Artinya, apa apa yang sedang terjadi di suatu negara dapat dilihat oleh masyarakat di negara lain dalam waktu yang bersamaan dengan selisih waktu beberapa detik atau bebebrapa menit saja.
Lebih lanjut, dengan semakin transparannya perdaban dunia saat ini, berarti telah hilang sekat sekat yang membatasi budaya antar bangsa. Dengan hilangnya sekat sekat itu, budaya antar bangsa semakin mudah untuk saling mempengaruhi. Negara negara yang teknologi informasinya tinggi akan sangat besar kemungkinannya untuk dapat mempengaruhi budaya negara negara yang penguasaan teknologinya masih rendah. Sebagai kita ketahui saat ini, budaya negara negara barat sangat besar pengaruhnya terhadap budaya negara negara tiur sejak mereka mencetuskan revolusi industri. Dengan teknologi informasi yang mereka kuasai sekarang, kemungkinan barat untuk tetap mempengaruhi timur secara lebih jauh lagi sangat besar.(Ibnu Musthafa, hal :9-10).
John naisbitt dan Alvin tofler, masing masing dalam bukunya megatrend tahun 2000 dan gelombang ketiga neramalkan masa depan manusia dengan harapan-harapan yang cerah setelah manusia berjuang selama beribu-ribu tahun. Perubahan-perubahan besar telah dilalui oleh umat manusia, dan pada saat ini manusia telah memsauki era peradaban baru akibat penemuan-penemuan teknologi komputer, penyimpanan data yang canggih, teknologi satelit yang menghubungkan informasi dunia semakin terbuka, dan percobaan-percobaan alat transportasi luar angkasa. Menurut Naisbitt, dunia sedang menuju arah ekonomi global yang memberikan harapan kemakmuran.
Sementara itu, Alfin Tofler membagi era perubahan peradaban manusia dalam tiga fase gelombang.
Gelombang pertama terjadi kira kira sepuluh ribu tahun yang lalu, yang ketika manusia berhenti mengembara lalu menggantungkan hidupnya kepada binatang-binatang buruan dan menemukan cara bercocok tanam serta mengembangkan sistem pertanian.
Gelombang kedua terjadi ketika dicetuskannya revolusi industri, tiga abad yang lalu, di mana perlatan-perlatan tradisional digantikan oleh mesin-mesin dan sentral kegiatan manusia tidak lagi terpusat di ladang ladang pertanian melainkan beralih ke pabrik pabrik.
Gelombang ketiga adalah masa yang sedang kita alami sekarang, di mana teknologi dan ilmu pengetahuan berkembang begitu pesat dalam dasawara terakhir ini. menurut toffller, gelombang ketiga akan memakan waktu yang singkat, hanya beberapa puluh tahun saja.(Keluarga Islam Menyonsong Abad 21, hal: 12)
Pada abad 21, di era teknologi informasi ini. Lyotard mengingatkan. "ada kemungkinan bahwa setiap bangsa pada suatu hari akan berjuang untuk menguasai informasi, persis seperti mereka berjuang pada masa lalu untuk menguasai wilayah, dan kemudian menguasai akses--dan mengeksploitasi--bahan-bahan mentah dan tenaga murah. sebuah bidang baru terbuka bagi strategi-strategi industriaal dan komersial di satu pihak, dan strategi-strategi politis serta kemiliteran di lain pihak".(hal 16)
ibnu musthafa
Masa depan umat manusia ada pada mereka yang sadar bahwa arah peradaban saat ini, yang berporos di Barat, tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, sangat boros terhadap penggunaaan sumber daya alam, dan banyak menimbulkan kesengsaraan. Pada akhir abad keduapuluh, teknologi manusia beada alam puncak yang menkjubkan, dan itu akan terus berkembang lagi pada masa-masa yang akan datang. Namun, teknologi yang mengoptimalkan sumber daya alam dan mampu memberikan informasi yang cepat dan akurat, pada kenyataannya tidak mampu mmemcahkan permasalahan-permaslahan kemanusiaan. Karena masalah peradaban adalah masalah yang menyangkut hubungan anatr generasi ke generasi, dan dalam hal ini berkaitan erat dengan keluarga yang menjadi akar dari sebuah peradaban. Maka, oleh karena itu, keluarga islam mmeiliki tangggung jawab untuk meluruskan jalannya peradaban. Keluarga islam memiliki kewajiban untuk menyelematkan generasinya agar tumbuh menjadi manusia-manusia yang sadar akan dirinya, sadar akan ingkungannya, dan sadar akan masa depan peradabannya.(hal 31)
Ini wajar saja. Sebab faktanya, menurut Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), pemilih berusia 17-38 tahun mencapai 55% pada 2019 nanti.
Menurut survei CSIS, sebanyak 81,7% milenial memiliki Facebook 70,3% memiliki WhatsApp, 54,7% memiliki Instagram, Twitter sudah mulai ditinggalkan milenial, hanya 23,7% yang masih sering mengaksesnya.
Teknologi membawa kita pada peradabaan yang tak mengenal Batasan-batasan. Namun, teknologi pun bisa membawa kita pada dampak negatif yang terus menghantui saat kita menyalahgunakannya. Dampak ini bisa berupa penyakit psikis seperti nomophobia(no mobile phone phobia), atau kejahatan dunia maya cyber crime dan masih banyak lagi. Sebuah organisasi penelitian yang berbasis di Inggris melakukan penelitian untuk mengevaluasi kemungkinan gangguan kecemasaan yang terjadi karena terlalu sering menggunakan ponsel, studi ini menemukan bahwa hampir 53% individu yang menggunakan ponsel, Berpura-pura khawatir ketika mereka “kehilangan ponsel mereka, kehabisan baterai atau kredit, dan tidak memiliki jangkauan jaringan”. Studi ini juga mengungkapkan bahwa sekitar 58% pria dan 47% wanita menderita kecemasan ponsel, dan 9% merasa tegang ketika ponsel mereka dimatikan. Studi membandingkan tingkatan stress atau kecemasan yang diakibatkan nomophobia ini setara dengan seperti “kegelisahan di hari pernikahana” (journal of family medicine and primary care).
Fenomena tentang Generasi Menunduk selalu tampak dalam kehidupan sosial, mereka layaknya mempunyai dua dunia yakni dunia maya dan dunia nyata. Mereka akan rela untuk menghabiskan sebagian waktu produktifnya, dengan menyibukkan diri untuk bermain ‘gadget’. Hampir disetiap aktivitas mereka selalu tidak pernah bisa untuk terlepas dari gadgetnya. Kita tidak akan pernah bisa menghidari fenomena tersebut, Budaya bertegur sapa ditempat umum kini menjadi hal yang asing untuk dilakukan. Saat waktu berkumpul dengan teman ataupun kerabat bukannya menikmat waktu untuk bercengkraman, tapi malah menunduk menatap gadgetnya. Sering sekali kita tidak bisa menepatkan waktu quality time saat sudah memainkan gadget.
'Fenomena Generasi Menunduk'. oleh, olivia annisa. mahasisiwa ilmu komunikasi, fisip, umm. tgl 22 november 2019.
WUJUD GENERASI ABAD 21
Diantara ketiga narasumber, saya sendiri yang paling muda, disamping diberi kesempatan untuk menyampaikan sepatah-duapatah kata, sesungguhnya sambil belajar juga dari kedua narasumber. Dalam hierarki akademis tentu sangat berjarak, bang fajlur adalah dosen muda Unhas yang sudah nulis 21 buku, dan bang aksa adalah dosen muda UIN yang sangat menginspirasi. Karena ini adalah forum organisasi daerah sekaligus Untuk menyikapi kecanggungan karena Ta’zim sama beliau berdua, maka saya lebih senang menilainya dalam konteks persaudaraan, sebagai saudara menjadi sangat lumrah jika ada yang tampil sebagai kakak dan saya sendiri sebagai adik.
yang sempat saya sampaikan ialah pandangan kritis atas realita pemuda dalam konteks sosial budaya yang hari ini menjadi manusia setengah robot, separuh dari sisi kemanusiaannya telah hilang ditelan arus modernitas, sementara separuhnya lagi tersesat terpenjara dalam diri tak tau arah. Kita adalah manusia teknologis, peran kita sebagai manusia tak penting lagi, yang penting adalah peran teknologi, sehingga ini turut mengkosntruk pandangan bahwa manusia dianggap bernilai kalau telah memiliki sejumlah alat yang canggih dengan jumlah yang banyak. Harkat dan martabat tidak lagi atas dasar kemanusiaan melainkan atas dasar barang, manusia menjadi tak lebih berharga dari sebuah barang. Ini berdampak kurang baik bagi cara bersikap. Mereka yang otaknya lumayan namun karena terbatas secara materi terpaksa dibuat minder sementara manusia berotak dangkal tampil percaya diri bermodal sejumlah barang.
Manusia semakin teralienasi dari kemanusiaannya, dimana tujuannya telah dikondisikan oleh situasi. Kesejukan alam bukan lagi sebagai tempat untuk dinikmati karena ia telah berubah menjadi sekdar tempat untuk selfie, tak sedikit orang kehilangan nyawa karena tempat selfie yang ekstrim. Tak sah ke Jakarta bila belum mengunjungi monas dan tak sah ada dimonas jika belum diposting, demi mendapatkan sejumlah like dan comen. Gaya seperti ini dalam bahasa agama disebut riya, orang Sulawesi menyebutnya mau dibilang, bahasa formalnya adalah pamer. Kecanggihan teknologi bukan lagi sebagai sarana pembebasan, Hp bukan lagi sekedar membebaskan atas keterbatasan komunikasi, kendaraan bukan hanya membebaskan dari keterbatasan jarak, tapi ia telah melampaui batas fungsinya. Manusia sibuk melayani kemajuan, bukan kemajuan yang melayani manusia, merasa sangat menderita bila tiga jam meninggalkan Hpnya, tiga hari ia merasa kehilangan dunia dan seisinya.
Diakui atau tidak, hari ini bukan lagi kebutuhan nyata manusia yang menentukan produksi, tapi kebutuhan diciptakan supaya hasil produksi bisa laku, yang bekerja merekayasa kebutuhan manusia adalah dunia industri, dipamerkanlah sejumlah kendaraan yang selalu diperbaharui setiap tahunnya melalui media, ini sangat pas dengan gaya konsumerisme kita yang suka bersosial media, merasa butuh untuk memiliki keluaran terbaru, ketika perasaan itu muncul maka rekayasa dunia industri sudah berhasil, anda telah masuk dalam jebakan.
. Nenek moyang kita dulu merasa cukup-cukup saja berpindah dari satu tempat ke tempat yang jauh dengan berjalan kaki, tak ada yang mengeluh, justeru persaudaraannya menjadi sangat harmonis karena yang terjalin adalah komunikasi langsung, hari ini komunikasi yang berjarak yang terjadi adalah hoax, berita dengan judul positif jarang dibaca, judul negativ langsung dishare tanpa baca, yang tercipta hanyalah fitnah demi fitnah.
. Nenek moyang kita dulu merasa cukup-cukup saja berpindah dari satu tempat ke tempat yang jauh dengan berjalan kaki, tak ada yang mengeluh, justeru persaudaraannya menjadi sangat harmonis karena yang terjalin adalah komunikasi langsung, hari ini komunikasi yang berjarak yang terjadi adalah hoax, berita dengan judul positif jarang dibaca, judul negativ langsung dishare tanpa baca, yang tercipta hanyalah fitnah demi fitnah.
Dunia industri menawarkan kebahagiaan yang semu, bahagia yang digantungkan pada banyaknya benda, padahal ketenangan jiwa tak bisa diraih dan diukur secara materealistik, orang yang hampir tak punyai apa-apa boleh jadi jauh lebih cukup dari mereka yang berkecukupan. Anehnya adalah yang berkecukupan kadang masih tak merasa cukup juga, biasanya ini yang merusak tatanan Negeri. Manusia selalu bekerja bukan atas dasar kebutuhan, melainkan atas dasar kepuasan. Tak puas bila tak serakah, toh hidup Cuma sekali mengapa tak dinikmati.
Manusia kini semakin terisolasi dari manusia dan kemanusiaan. Kemanusiaan semakin berjarak darinya dimana benda lebih utama, dan terisolasinya dari manusia ialah betul dalam satu situasai raganya sedang bersama manusia tapi jiwanya melayang dibalik layar sosial media, merasa punya teman ribuan di alam ilusi tapi saat ia angkat kepala hampir tak ada yang mengenalinya, bagaimana tidak, gambar yang dipajang begitu gagah rupawan nan cantik jelita putih tanpa noda, bila tiba saatnya berpapasan di alam nyata ia hampir tak dikenali ternyata warnanya bagai pelangi diawan mendung. Kelancaran sarana komunikasi tak murni melancarkan interaksi inidividu, dampak yang lebih nyata ialah manusia semakin terisolasi.
Yang ahirnya manusia hanyalah pelayan bagi mesin-mesin, manusia menjadi budak mesinya jadi raja, inilah generasi kami ! dan kami bangga.!
Tulisan ini mungkin Gokil, tapi akal harus jujur terhadap kenyataan. Generasi butuh untuk diobati, karena masih banyak tugas kepemudan dan kemanusiaan yg lebih butuh untuk diseriusi.
Makassar 21 november 2019.
*)PENULIS ADALAH FITRATUL AKBAR, MAHASISIWA EKONOMI SYARIAH, FAI UMM. KOTA MALANG, tgl 29 agustus 2018, 14:24 WIB,
Komentar
Posting Komentar