Cerpen: Menempuh Jalan Sunyi
Hingga detik ini. Aku masih memilih jalan sunyi. Jalan terjal penuh onak dan duri. Jalan yang dibutuhkan kesabaran, kegigihan, dan kejernihan iman dan ahlak dalam melewatinya. Jalan setapak, jalan kecil, menembus gedung-gedung, berpijak dengan langkah ringan dan fokus, sesekali menerobos lika-liku rumah rumah, lika-liku hutan belantara.
Entah kenapa, akal fikiranku selalu membawanya, membawa ke lembah kesunyian dan keheningan ini. Entah kenapa, hati nuraniku selalu bergetar dan bergelora ketika menempun jalan ini. Akalku, hatiku dan kakiku, seirama dalam meniti jalan sunyi ini. aku yakin dan percaya. Bahwa segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah swt di bumi ini adalah tidak ada yang sia-sia, semuanya bermakna.
Boleh jadi, ketika aku tersesat dijalan yang gelap dan sunyi. Aku menemukan sahabat, menikmati cahaya rembulan dan menghidupkan iman dan akhlak mulia hingga mencapai impian atau tujuan yang hendak aku capai. Boleh jadi, ketika aku menepi sendirian ini. Aku bisa menggunakan waktu untuk mawas diri, intropeksi diri, memberi maaf, menata iman dan akhlak baik. Dan ketika aku sudah berdamai diri sendiri. Aku dapat mengembara, berinteraksi, menebarkan manfaat ilmu pengetahuan dan akhlak mulia bagi masyarakat.
Ditengah kegelapan aku menemukan setitik cahaya ilmu. Ditengah kesunyian aku mendapatkan kearifan ilmu. Jalan gelap, jalan sunyi, jalan terjal, jalan kecil, jalan tak ada ujung. Aku masih sabar, teguh, dan gigih dalam melewati lika-liku jalan sunyi. Agar kelak bisa menemukan setitik cahaya iman dan ilmu yang menerangi kecerdasan akal fikiran dan kejernihan ahlak mulia. Karena itu, aku tetap teguh, konsisten, bersabar, dan bersemangat dalam meningkatkan wawasan ilmu pengetahuan dan kejernihan akhlak mulia. Hanya dengan nilai itulah aku dapat mencapai puncak kesuksesan dan bermanfaat bagi dirimu sendiri dan masyarakat.
Cinta-mencintai. Kasih-mengasihi. Hormat-menghormati.
Cintai mencintai antar sesama umat manusia di ibaratkan berada dalam taman-taman bunga menikmati keindahan dan keharuman. Sedangkan benci-membenci atau memusuhi antar sesama di ibaratkan berjalan di dalam potongan kayu keras dan lubang ular.
Banyak orang dihiasi dengan kesempurnaan, memiliki kemakmuran dan kecantikan, tetapi tidak memiliki apapun makna hakiki dalam dirinya. Banyak orang yang hancur pada sisi luarnya, tidak memiliki kecantikan penampilan, kelembutan dan keelokan, tetapi di dalamnya ditemukan makna hakiki yang tinggal selamanya. -Jalaludin Rumi.
Karena itu, bukan keindahan rupa dan busana. Melainkan keindahan yang hakiki adalah akhlak mulia. Berbuat buruk atau zalim itu mudah. Berbuat baik itu susah. Untuk berbuat kebaikan dibutuhkan perjuangan. Kerja keras dan semangat dalam meningkatkan wawasan ilmu dan akhlak. Hanya dengan nilai itulah, dapat memberikan pencerahan dan manfaat bagi diri sendiri dan keluarga. Selalu berusaha konsisten menampilkan akhlak mulia dalam mengarungi kehidupan yang singkat dan sementara ini. Menjadi cahaya Menjadi lilin Menjadi pencerah dan bermanfaat bagi diri sendiri, antar sesama, masyarakat dan alam semesta.
Di abad 21 ini dan seterusnya, Manusia yang miskin adalah bukan diukur karena kekurangan materi atau harta benda. Akan tetapi, orang yang miskin adalah mereka yang tidak memiliki moral atau akhlak yang baik. Seperti peribahasa Arab mengatakan. "Maju dan mundurnya suatu bangsa bergantung akhlaknya". Kalau akhlak suatu masyaralat rusak, runtuhlah sebuah negara. Pun Sebaliknya". Kata Buya Hamka. "Kemunduran negara tidak akan terjadi kalau tidak kemunduran budi dan kekusutan jiwa". Karena itu, menurut aku modal utama yang dimiliki oleh umat manusia dalam menjalani kehidupan ini adalah memiliki wawasan ilmu dan kejernihan ahklak baik. Hanya dengan akhlak yang mulia suatu negara akan bangkit, damai, harmonis, sejahtera dan maju.
SAJAK JALAN SUNYI
aku memilih jalan sunyi
melewati onak dan duri
menghadapi hutan belantara
mengembangkan cakrawala
mengikuti siklus alam semesta
menempuh lika-liku hutan
mendongak, menikmati sinar rembulan
aku memilih jalan sunyi
di pojok-pojok rumah, di lembah-lembah sungai
di lorong-lorong kota. sendiri, menepi.
aku memilih jalan sunyi
menemukan cahaya ditengah kegelapan
menemukan kearifan ditengah kegelisahan
aku bersyukur, bersabar, bersemangat,
bekerja keras, gigih, fokus dan kuat
hingga mencapai rahmat-hidayah ilahi
hingga mencapai puncak sukses duniawi
hingga mencapai puncak taman surgawi.
di pojok-pojok rumah, di lembah-lembah sungai
di lorong-lorong kota. sendiri, menepi.
aku memilih jalan sunyi
menemukan cahaya ditengah kegelapan
menemukan kearifan ditengah kegelisahan
aku bersyukur, bersabar, bersemangat,
bekerja keras, gigih, fokus dan kuat
hingga mencapai rahmat-hidayah ilahi
hingga mencapai puncak sukses duniawi
hingga mencapai puncak taman surgawi.
Fitrah TA, 07 Januari 2019.
*)Penulis adalah Fitratul Akbar, Mahasiswa Program Studi Ekonomi Syariah 2015, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang. Pegiat di Rumah Baca Cerdas (RBC) dan Kedai Buku Semut Alas.
Komentar
Posting Komentar