*Manusia Cinta dan Persahabatan

Demikianlah sifat cinta kepada diri manusia, supaya kalian pahami rahasia hati, dan kesadaran itu akan menjadikan kalian sebagai hati kehidupan. Tapi jika dalam kecemasan hanya ego dan kesenangannya yang kalian cari dalam cinta, maka lebih baik kalian menutup tubuh dan menyingkir dari penempaan, memasuki dunia tanpa musim, dimana kalian dapat tergelak tanpa tawa, dan menangis tanpa airmata. Cinta takkan memberikan apa-apa pada kalian, kecuali keseluruhan dirinya, dan ia pun tidak akan mengambil apa-apa dari kalian, kecuali dari dirinya sendiri. Cinta tidak memiliki atau dimiliki, karena cinta telah cukup untuk cinta.(Kahlil Gibran,Hal:33).
Saling mengasihilah selalu tapi jangan jadikan cinta sebagai belenggu. Biarkan cinta bergerak bebas bagaikan gelombang yang lincah mengalun di antara pantai kedua jiwa. Kalian dapat saling mengisi minuman tapi jangan minum dari satu piala, dan kalian dapat saling berbagi roti tapi jangan maka dari pinggan yang sama. Bernyanyi dan menarilah bersama dalam segala suka, segala duka, dan sisakan ruang bagi masing-masing untuk menghayati ketunggalannya. Dawai-dawai kecapi punya kehidupan sendiri-sendiri, meskipun digetarkan oleh petikan tangan yang sama. Berikan hati namun jangan saling menguasai, sebab hanya tangan kehidupan yang akan mampu mencukupi. Tegaklah sejajar, namun jangan terlampau dekat, karena pilar-pilar kuil tidak dibangun rapat.(Kahlil Gibran,Hal:35).

Dalam buku Ibnu Miskawaih, MENUJU KESEMPURNAAN AKHLAK,Wacana Kelima. Betapa butuhnya manusia terhadap sesamanya sudah kami terangkan. Dan jelas bahwa hanya melalui temannya tiap orang memperoleh kesempurnaan eksistensi dirinya, dan bahwa keadaan mendesak mereka untuk saling membantu. Sebab, manusia adalah makhluk yang lahir dengan membawa kekurangan yang harus mereka sempurnakan, dan seperti telah kami terangkan, manusia mustahil menyempurnakan seorang diri. Karena itu, dibutuhkan keadaan di mana berbagai orang bersatu sehingga mereka menjadi, lewat kesepakatan dan keselarasan, seperti satu orang di mana organ-organ tubuhnya bersatu melakukan satu pekerjaan yang bermanfaat bagi diri.(Ibn Miskawaih,Hal:133).

Cinta, Jenis dan Sebabnya
Cinta mempunyai berbagai jenis dan sebab. Salah satunya adalah cinta yang terjalin dengan cepat, tapi pupusnya juga cepat; kedua, cinta yang terjalin dengan cepat, tapi pupusnya lambat; ketiga, cinta yang terjalin lambat, tapi pupusnya cepat; keempat, cinta yang terjalin lambat, dan pupusnya lambat. Terbaginya cinta menjadi jenis-jenis ini hanya karena sasaran yang menjadi tujuan kehendak dan tindakan manusia ada tiga, dan ketiganya berpadu membentuk sasaran keempatnya. 
Keempat sasaran ini adalah kenikmatan, kebaikan, kegunaan dan pepaduan ketiganya. 
1). cinta yang timbul karena kenikmatan adalah cinta yang terjalin cepat, tapi pupusnya juga cepat. Karena kenikmatan, itu cepat berubah. 2). cinta yang timbul karena kebaikan adalah cinta yang terjalin cepat, tapi pupusnya lambat. 3). cinta yang timbul karena manfaat adalah cinta yang terjalin lambat namun pupusnya cepat. 4). adapun cinta yang timbul karena paduan sebab-sebab diatas, apabila pepaduan ini mencakup kebaikan, maka cinta seperti itu terjalin lambat, tapi pupusnya pun lambat. Seluruh jenis cinta ini terdapat pada manusia, karena cinta ini melibatkan kehendak dan pikiran, dan ada perolehan dan balasan di dalamnya.(Ibn Miskawaih,Hal:134). Persahabatan. Bersahabat adalah bagian dari cinta. Hanya saja lebih khas lagi. Pada esensinya itu sendiri, ia berarti kasih sayang, dan tidak terjadi di antara orang banyak, sebagaimana halnya cinta. Adapun cinta asmara, ia merupakan keberlimpahan dalam cinta, dan lebih khas daripada kasih-sayang, sebab terjalin di antara dua orang saja. Dan itu pun motifnya bukan manfaat, atau paduan antara manfaat dan unsur lainnya. Akan tetapi terjadi pada seseorang yang lagi mabuk cinta pada kenikmatan secara berlebihan, atau dilanda cinta akan kebaikan secara berlebihan pula. Jenis pertama sangat tercela. Tapi yang kedua terpuji.(Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak,Hal:134-135).

Pola Cinta Orang yang Terpuji
Cinta yang terjalin di kalangan orang baik terjadi bukan demi kenikmatan, juga bukan demi manfaat. Akan tetapi karena esensi mereka sama, yaitu bertujuan mencari kebaikan. Kalau seorang di antara mereka mencintai yang lainnya karena kesamaan ini, tak akan timbul pertentangan dan pertikaian di antara mereka. Mereka saling menasehati, sepakat untuk adil dan sama dalam menghendaki kebaikan. Persamaan dalam nasihat-menasehati dan menginginkan kebaikan inilah yang mempersatukan mereka.(Hal:140).
Kata Ibn Miskawaih, "Seorang teman didefinisikan sebagai orang lain yang adalah diri kita sendiri, tapi dia orang lain secara fisik”. Sama halnya dengan cinta ayah terhadap anaknya, dan anak terhadap ayahnya.meskipun cinta ayah terhadap anak dan anak terhadap ayah berbeda dalam hal tertentu, namun mereka mempunyai persesuaian esensial. Maksud dengan esensial di sini adalah bahwa ayah melihat dirinya dalam diri anaknya, dan dia menerangkan gambaran dirinya pada diri anaknya, dan dia menerangkan gambarnya. Oleh karenanya, ayah mencintai anaknya sedemikian sehingga seperti mencintai dirinya sendiri dan berusaha mendidik dan memberi anaknya segala yang tak sempat dimilikinya dalam hidupnya.(Ibn Miskawaih,Hal:141).

Tingkah Laku orang yang Baik dan orang yang Jahat
Seorang yang menodai atau memalsukan cinta dan persahabatan lebih busuk daripada orang yang memalsu uang emas dan perak. Cinta palsu, kata Aristoteles, cepat lenyap, cepat rusak, sebagaimana uang emas atau uang perak palsu cepat rusak. Hal ini berlaku dalam bentuk cinta yang mana pun. Oleh sebab itulah, seseorang yang berakal, pada saat mengupayakan kebaikan, selamanya menggunakan cara yang sama dan metode yang sama.(Hal:144). Kata Ibn Miskawaih, “Teman/Orang lain adalah juga diri kita sendiri. Tapi berbeda secara fisik”. Orang yang jahat akan menjauhkan diri dari perilaku ini dan tak menyukainya, karena wataknya buruk, senang bermalas-malasan, dan tidak dapat mengetahui kebaikan, dan tak dapat membedakannya dengan kejahatan, dan karena dia menyangka baik sesuatu yang tidak baik. Siapa pun adanya, kalau sudah dalam keadaan buruk seperti ini dan buruk wataknya, maka seluruh perbuatan dan perilakunya buruk juga. Dan barangsiapa yang jiwanya buruk, dia akan merasa jauh dari jiwanya sendiri. Sebab, kerendahan jiwa memang seharusnya begini. Dia merasa harus bergaul dengan orang-orang yang sesuai dengannya, hingga habislah umurnya secara sia-sia. Dan karena sibuk dengan mereka, maka dia jatuh dari dirinya sendiri dan dari agitasi dan kecemasan yang dia dapati di dalamnya. Karena pada saat sendirian, orang buruk ini teringat akan seluruh perbuatan buruknya, dan di dalamnya bergolak kekuatan-kekuatan yang sebaliknya yang mendorongnya untuk berbuat kejahatan.(Hal:145).
Orang yang Baik lagi Utama. Orang yang baik dan utama, karakternya terpuji dan dikagumi. Dia cinta pada dirinya, cinta pada apa yang dilakukannya. Dia senang pada dirinya, dan orang lain juga menyukainya. Tiap orang ingin berhubungan dan berteman dengannya. Dia adalah teman bagi dirinya, dan bagi orang lain. Tidak ada orang yang memusuhinya, kecuali penjahat. Orang yang mempunyai karakter seperti ini, akan begitu santun terhadap siapa pun, disengaja maupun tidak. Sebab, tindak-tanduknya sedap dipandang, selalu saja mengundang simpati. Orang yang sedap dipandang dan simpatik, pasti menjadi manusia pilihan siapa saja. Sebab itu, banyak orang yang berkumpul dan berkerumun di sekelilingnya: dia menjadi cermin bagi mereka. Inilah kemurahan hati esensial yang kekal, tak pernah putus, terus tumbuh dari hari ke hari, dan tak pernah susut.(Ibn Miskawaih, Hal:146).

Nilai Persahabatan
Bahwa manusia adalah homo homini socius (makhluk sosial). Maka sempurnanya kebahagiaan manusiawi terletak dalam interaksinya dengan teman-temannya. Dan barangsiapa yang kesempurnaannya terletak pada orang lain, maka mustahil kalau dia mencapai kebahagiaan sempurnanya itu dengan menyendiri. Dari situ dapat disimpulkan bahwa orang bahagia adalah orang yang dapat bersahabat dan berupaya membagikan kebaikan-kebaikan di antara sahabat, sehingga bersama mereka dia bisa memperoleh apa yang tidak sanggup diperolehnya seorang diri. Dengan demikian, dia dapat menemukan nikmat pada mereka, dan mereka dapat menemukan nikmat pada dirinya.(Hal:148). Aristoteles berkata, bahwa tiap orang pasti butuh teman, baik di saat suka maupun duka. Di saat duka, dia butuh pertolongan temannya. Disaat suka, dia juga butuh sahabat atau orang yang bisa diberi kemurahan hatinya. Bahkan seorang Raja Besar membutuhkan orang lain yang dapat diberi uluran tangannya, sebagaimana orang miskin membutuhkan teman yang dapat membantu dan memberinya manfaat. Hanya demi kebajikan bertemanlah, lanjut Aristoteles, manusia bisa saling berinteraksi dan bergaul secara harmonis. Mereka dapat berkumpul bersama dalam ajang olahraga, berburu, atau dalam pesta-pesta.(Ibn Miskawaih,Hal:148).

Etika Berteman/Persahabatan
Oleh sebab itu, kalau anda memiliki teman, hendaknya banyak memperhatikannya, dan tunaikanlah kewajiban yang kecil terhadapnya bila dia ditimpa musibah. Di saat-saat gembira, tampillah di hadapannya dengan wajah ceria, dengan sikap murah hati. Sambutlah dengan sikap manis muka bila dia berkunjung pada anda, sehingga hal ini setiap hari dan pada setiap kondisi akan membuatnya semakin mencintai anda; akan membuatnya senantiasa senang melihat anggota tubuh anda, dan dia merasa senang pada saat bertemu anda. Jangan segan-segan bersikap hormat kalau ketemu teman. Jangan merasa keberatan untuk berpenampilan manis. Terapkan pula perilaku anda yang demikian ini terhadap orang yang anda anggap diperhatikan dan dicintainya, baik itu teman, anak, bawahan maupun penggiring.(Hal:152).
Sebagaimana burung merpati, yang membuat sarangnya dirumah kita, suka bersama kita dan suka terbang berputar-putar di atas kepala kita, akan membawa keluarga dan kawannya pada kita, demikian pula dengan manusia kalau dia sudah mengenal dan bergaul dengan kita sebagai orang yang menyukai kita dan senang bersama kita. Bahkan dibanding hewan yang tak berakal, dia lebih beruntung karena dia dapat mengucapkan pujian dan menyebarkan kualitas-kualitas terpuji.
Selanjutnya harus anda ketahui bahwa berbagai kebaikan dengan teman wajib bagi anda. Janganlah kebaikan itu anda miliki sendiri. Namun ikut merasakan dukacitanya lebih wajib lagi. Di matanya, persahabatan seperti ini tampak agung. Pada saat dia ditimpa musibah atau nasib buruk, berpikir dan berusahalah bagaimana menghiburnya dengan diri anda sendiri dan harta anda dan bagaimana menunjukkan padanya perhatian anda. Jangan menunggu dia meminta anda secara terang-terangan atau tersurat, tetapi ketahuilah isi hatinya, cepat tangkaplah gejolak hatinya, dan ikutilah merasakan kepedihan yang menimpanya, sehingga beban deritanya dirasakannya semakin ringan. Kalau anda menjadi sultan atau orang kaya, berilah teman-teman anda peluang untuk ikut merasakannnya, dan janganlah anda bersikap sombong.(Hal:152-153). Kata Aristoteles. “Barangsiapa mencintai Allah, maka dia di perhatikan Allah, sebagaimana sahabat saling memperhatikan satu sam lain, dan niscaya Allah akan mencintainya”.

*)Penulis adalah Fitratul Akbar, Mahasiswa Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang. Kota Malang, Warkop Ijo, 28 April 2019, 17:15 WIB.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Islam Melindungi Kemanusiaan Abad 21

*Meneladani Perjuangan bapak Pendiri Bangsa.

Mahatma Gandhi dan Manusia Ahimsa (Anti Kekerasan)