*Menjadi Manusia Cinta (2)
Cinta sebuah kata yang
teramat indah dan sakral. Setiap manusia dalam hidupnya pasti memiliki rasa
cinta. Cinta adalah komunikasi Tuhan yang sangat tinggi diberikan kepada
manusia sejak lahir di bumi ini. Pada saat pertama kali sang bayi menagis, bayi
itu sudah mendapatkan cinta yang tulus dari sang ilahi.
Konklusi
Cinta dan kasih sayang itu adalah tiang selamat bagi umat manusia. Apabila kekuatan tarik menarik dapat menahan bumi dan bintang bintang dari pertumbukan antara satu sama lain, sehingga selamat dari berjatuhan, terbakar dan gugur, maka perasaan cinta dan kasih sayang, itulah menjadi tali hubungan antara sesama manusia, sehingga tidak terjadi pertumbukan sesamanya yang dapat membawa kepada kehancuran. Inilah cinta dan kasih sayang, yang telah diketahui gunanya oleh manusia di masa lalu dan di zaman sekarang, sehingga lahirlah ucapan, “Kalau seandainya cinta dan kasih sayang itu telah berpengaruh dalam kehidupan, niscaya manusia tiada lagi memerlukan keadilan dari undang-undang”.(Yusuf Qardhawi, Iman dan Kehidupan, Hal:126).
Cinta begitu agung dan
sakral, hingga tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata sebagus apapun. Cinta itu
bukan kata-kata atau sebatas retorika. Melainkan cinta adalah perbuatan nyata
dimana antara satu individu atau kelompok yang satu saling memberi dan menebar
cinta kasih antar sesama.
Syair Jalaludin Rumi
diambil dari Matsnawi mengungkapkan bait puisi cinta:
Lewat cintalah yang
pahit jadi manis
Lewat cintalah semua
yang tembaga jadi emas
Lewat cintlah semua
yang endapan akan jadi anggur murni
Lewat cintalah semua
kesedihan akan jadi kebahagiaan
Lewat cintalah si mati
akan jadi hidup.
Kita tidak bisa
memungkiri bahwa dalam setiap denyut nadi dan helahan nafas kehidupan tidak
bisa terlepas dari unsur cinta. Pada dasarnya cinta itu
adalah seperti sebuah cahaya yang sangat agung, suci murni. Manusia akan
bergerak dengan cahaya itu sesuai dengan kodratnya. Banyak orang bijak
mengatakan bahwa, kita terlahir didunia ini karena cinta Tuhan kepada kita.
Tanpa cinta Tuhan, kita tidak akan terlahir didunia ini. Khalil Gibran dalam buku, “sayap-sayap patah” mengatakan bahwa, "cinta adalah seperti burung dara yang
ingin ditangkap tapi tidak ingin di sakiti".(Hal:12).
Tingkatan cinta yang
paling tinggi ialah, cinta yang di manifestasikan dalam bentuk kasih sayang.
Cinta kasih sejati menurut Mary Walthens, tidak ada hubungannya dengan
kenikmatan atau keinginan. Cinta sejati adalah rasa cinta yang tulus dan tidak
memerlukan balas jasa. Dari cinta inilah akan
terpancar cahaya kasih sayang dari hati sanu bari. Kasih sayang adalah sesuatu
yang teramat lembut, suci dan indah, tertanam dalam kalbu setiap manusia. Cinta
kasih tidak lahir atau tidak ada yang memperolehnya kalau tidak ada yang
memberinya dahulu. Seperti, harumnya bunga mawar yang ada ditaman bunga tidak
mempunyai tujuan apapun, kecuali hanya menyebarkan harumnya pancaran bunga itu
sendiri. Dengan senang hati sang kumbang dan kupu-kupu akan menempel dan
menghirup sari pati bunga mawar itu dengan mesra.
Semua ajaran agama dan
kepercayaan yang dimiliki oleh semua manusia dibumi ini, tentu mengajarkan
nilai kasih sayang. Kasih sayang adalah unsur yang paling agung, suci dan
lembut karena merupakan pancaran cinta untuk sesama manusia dan alam semesta. Pada malam hari,
sebagian manusia melihat dan mendongakkan kepala ke arah langit untuk mengamati
miliaran sinar bintang yang selalu menebar cahaya begitu mempesona. Di langit
alam semesta ada cahaya bintang yang terang, ada yang remang-remang dan bahkan
gelap. Begitupun, dengan kondisi umat manusia, setiap manusia memiliki pancaran
cahaya kasih sayang sesuai dengan kemampuannya masing-masing.(Hal:13).
Begitupun, dengan
manusia. Manifestasi dari pancaran cahaya kasih sayang itu sangat beragam. Seperti, seorang tukang
becak/sopir akan berusaha melayani setiap penumpanya dengan ramah, tulus, dan
hati-hati hingga sampai tujuan perjalanan. Seorang mahasiswa dengan idealisme
dan intelektualnya didukung dengan kejernihan hati nurani akan berusaha
menyuarakan dan memperjuangkan nasib rakyat jelata dari kesengsaraan dan
kezaliman para penguasa,dll.
Konklusi
Cinta dan kasih sayang itu adalah tiang selamat bagi umat manusia. Apabila kekuatan tarik menarik dapat menahan bumi dan bintang bintang dari pertumbukan antara satu sama lain, sehingga selamat dari berjatuhan, terbakar dan gugur, maka perasaan cinta dan kasih sayang, itulah menjadi tali hubungan antara sesama manusia, sehingga tidak terjadi pertumbukan sesamanya yang dapat membawa kepada kehancuran. Inilah cinta dan kasih sayang, yang telah diketahui gunanya oleh manusia di masa lalu dan di zaman sekarang, sehingga lahirlah ucapan, “Kalau seandainya cinta dan kasih sayang itu telah berpengaruh dalam kehidupan, niscaya manusia tiada lagi memerlukan keadilan dari undang-undang”.(Yusuf Qardhawi, Iman dan Kehidupan, Hal:126).
Cinta satu-satunya
mutiara yang dapat memberikan keamanan, ketenteraman dan perdamaian. Kita
mencintai segala sesuatu dan segenap insan, bahkan mencintai kesulitan dan
rintangan, sebagaimana kita mencintai nikmat dan kesenangan. Rintangan dapat
membangunkan semangat dan kekuatan untuk mengatasinya, sehingga jiwa bangkit
dan bergerak dengan hebatnya. Nikmat dan kesenangan bagai angin yang dapat
mendinginkan dan melembutkan panas gelanggang perjuangan. Kita mencintai alam
seluruhnya, permulaan dan kesudahannya, kematian dan kehidupan yang ada di
dalamnya. Yang sanggup menganut cinta yang begitu besar hanyalah sebagian saja
dari umat manusia, yaitu mereka yang jiwanya bersinar cahaya iman.
Orang beriman, disebabkan
pengaruh aqidahnya mempunyai pandangan yang tajam terhadap rahasia kejadian
alam. Karena itu, dia mencintai Allah yang memberikan kehidupan, sumber yang
menciptakan dan mengatur, segala sesuatu. Dia mencintai Allah, selaku seorang
manusia yang mencintai keindahan, karena telah dilihatnya ciptaan Tuhan itu
penuh keindahan dan serba teratur. Kita mencintai Tuhan,
selaku manusia yang mencintai kebaikan dan jasa. Hati nurani manusia mencintai
siapa yang berbuat kebaikan dan berjasa kepadanya. Manakah kebaikan dan jasa
yang lebih besar dari menciptakan manusia, dari tiada menjadi ada dan
menciptakan manusia dalam bentuk yang amat sempurna. Diberi kuasa dan
kesanggupan untuk memakmurkan bumi, serta dijadikan Tuhan alam ini seluruhnya
untuk kebaikan manusia.
Orang beriman mencintai
Tuhan dengan sepenuh hatinya, di atas dari cinta manusia kepada ibu dan
bapaknya, kepada anaknya, bahkan kepada dirinya sendiri. Dicintainya pula apa
yang datang dari pihak Tuhan, dan segala apa yang dicintai Tuhan. Dicintainya
kitab yang diturunkan Tuhan untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada
cahaya terang. Dicintainya Nabi yang diutus manusia golongan orang baik-baik,
mereka yang mencintai Tuhan dan mereka cinta kepada Tuhan.(Hal:128).
Orang beriman dalam
naungan islam, sebagaimana dia mencintai Allah, dicintainya pula akan alam dan
kehidupan seluruhnya, karena semua itu adalah bekas kekuasaanya dan rahmat
Allah. “Tuhan dayang
menciptakan dan menyempurnakan, dan yang menentukkan ukurannya dan memberikan
pimpinan”(Qs-A’la:2-3). “Sesungguhnya segala sesuatu telah kami ciptakan dengan ukuran”.(Al-Qamar:49). “Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan”.(Ar-Rahman:5).
Alam dan dunia ini
bukanlah musuh manusia, melainkan diciptakan Tuhan untuk bekerja dan berkhidmat
kepada manusia, menolongnya dalam menjalankan tugas kewajiban, sebagai khalifah
(penguasa) di bumi. Semua yang ada dalam alam ini merupakan lidah yang fasih,
memuji Allah dan memuliakannya, dalam bahasa yang tidak dapat dipahamkan oleh
akal manusia yang terbatas kekuatannya. Seperti Firman Tuhan, QS.Al Isra:44.
“Langit yang tujuh, bumi dan apa yang ada di dalamnya memuji (menyatakan
kebenaran) Tuhan. Dan tiada sesuatupun, melainkan semuanya tasbih memuji Tuhan
dengan kemuliannya, tetapi kamu tidak mengerti pujian mereka”.
Segala sesuatu yang ada
dalam alam ini disiapkan menjalankan kehendak Allah untuk berkhidmat kepada
manusia. Apa yang di bumi dan di langit, berupa hewan dan tanam-tanaman dan
sebagainya mempunyai hubungan satu sama lain dengan teratur. Demikian pula peredaran
matahari dan bulan, pertukaran malam dan siang. (Yusuf Qardhawi, Iman dan Kehidupan, Hal:129-130).
*)Penulis adalah Fitratul Akbar, Mahasiswa Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang. Kota Malang, tanggal 04 April 2019, 15:30 WIB.
Komentar
Posting Komentar