*Pentingnya Manusia dan Akhlak Mulia dalam Bermasyarakat
*Peran Manusia dan Akhlak Mulia dalam Bermasyarakat
Peran Akhlak Masyarakat
Akhlak yang mulia/baik
adalah semulia-mulianya sesuatu, sebaik baiknya manusia. dengan akhlak baik,
manusia menjadi lebih tinggi derajatnya ketimbang derajat binatang!. Manusia hanyalah sosok yang terdiri daging, urat dan darah. Demikian pula
binatang. Ia juga sosok yang terdiri dari daging, urat dan darah. Kedua makhluk
ini hanya bisa dibedakan melalui akhlak dan kecerdasan. Andai saja kedua hal
ini lenyap, maka tidak ada lagi perbedaan antara manusia dan binatang. Tak
pelak lagi, keduanya akan sama- sama bodoh. Bedanya, manusia bisa berbicara,
sementara binatang tidak. Selain itu, kerapkali manusia berbicara keji, sesuatu
yang tak pernah dilakukan binatang. Pada saat seperti itulah berlaku ketetapan:
Yang diam lebih baik daripada yang berbicara. Yang tak bersuara lebih baik daripada
yang tak bersuara.
Para filosof berupaya mengkaji bagaimana caranya agar
manusia dapat membebaskan diri dari martabat hina-dina ini menuju martabat yang
tinggi dan mulia, suatu martabat yang membuatnya lepas dari karakteristik
binatang, martabat yang telah dikhususkan oleh Allah untuknya, dan demi
martabat inilah manusia diciptakan. Suatu martabat yang mengharuskan dia
menjadi khalifah di muka persada ini! agar dengan begitu, menyebarluaslah di
muka bumi ini keadilan ilahi, dan menyebar pulalah moral mulia yang digariskan
Nabi saw. Para filosof berpendapat bahwa, karena akal dan akhlak baiklah
manusia berbeda dengan binatang, dan karena itulah mereka menulis banyak buku,
di mana dengan karangan tersebut agar dapat membawa manusia menuju akhlak mulia
dan sempurna dan menyelamatkannya dari kehancuran.(Ibnu Miskawaih,Hal:25).
Oleh karena itu,
keutamaan seseorang diukur dengan sejauh mana dia mengupayakan dan mendambakan
kebajikan. keutamaan ini akan semakin meningkat, ketika dia semakin
memperhatikan jiwanya dan berusaha keras menyingkirkan segala yang
merintanginya mencapai keutamaan ini. Pembahasan yang lalu sudah menjelaskan
apa-apa yang menjadi kendala kita dalam mencapai keutamaan ini. Kendala itu
berupa apa saja yang sifatnya badani, inderawi, serta yang berhubungan dengan
keduanya. Sedang keutamaan-keutamaan itu sendiri, tidak mungkin bisa kita
capai, kecuali setelah jiwa kita suci dari perbuatan perbuatan keji, yang
merupakan kebalikan dari keutamaan. Yang saya maksdukan dengan
perbuatan-perbuatan keji itu adalah nafsu badani yang hina serta nafsu keji
hewani yang tercela. Dengan begitu, jika seseorang mengetahui bahwa hal-hal di
atas tadi bukanlah keutamaan, tetapi justru kenistaan, dia akan segera
menjauhinya, serta tidak suka kalau dirinya diketahui memilikinya. Akan tetapi,
jika dia mengira bahwa yang demikian justru keutamaan, dia pun akan
membiasakannya.(Ibnu Miskawaih, MENUJU KESEMPURNAAN AKHLAK,Hal:39).
Sebab utama
masalah-masalah sebuah bangsa adalah bukan kekurangan sumber daya alam dan
bukan pula kekurangan orang pintar, sarjana dan pakar dalam berbagai bidang.
Negara kita indonesia ini kaya dengan sumber daya alam dan banyak orang pintar
dan sarjana. Tetapi, sebab utama masalah-masalah bangsa adalah kerusakan moral
atau akhlak masyarakatnya. Akibat kerusakan moral para pemimpin-pemimpin kita
adalah kenyataan bahwa rakyat tidak merasakan keadilan, kemakmuran,
keharmonisan dan kesejahteraan. Kejatuhan suatu bangsa dan suatu peradaban disebabkan
terutama faktor moral. Semua masalah bangsa yang sangat memprihatinkan kita
tidak akan pernah dapat diselesaikan bila kerusakan moral masih parah. Karena
itulah maka, kita sebagai masyarakat indonesia yang memiliki hak dan kewajiban,
agar supaya kita mawas diri, menumbuhkan kesadaran dan meneguhkan kembali
mengenai peran dan nilai sebuah moralitas atau akhlak baik dalam berinteraksi
dan berperilaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Bagi orang-orang
muslim, sumber utama ajaran etika atau moral adalah al-qur'an. Fazlul Rahman,
pemikir islam neo-modernisme terkemuka, berulang-ulang menekankan bahwa elemen
dasar moral adalah al-qur'an, yang memberikan penekanannya terhadap monoteisme
maupun keadilan sosial. Hukum moral adalah abadi, manusia tidak dapat membuat
atau memusnahkan hukum moral itu, ia harus menyerahkan dirinya kepada hukum
tersebut, penyerahan diri ini disebut islam dan manifestasinya dalam kehidupan
disebut ibadah atau pengabdian kepada Tuhan. Lebih lanjut, menurut Fazlul
Rahman, konsep moral terpenting adalah Taqwa yang biasanya diterjemahkan dengan
kesalahan atau rasa takut kepada Allah swt.(JURNAL, TITIK TEMU ANTAR PERADABAN,
Hal:13-144).
Peran Akhlak Masyarakat
Yang dimaksud dengan
sumber akhlaq adalah yang menjadi ukuran baik dan buruk atau mulia dan tercela.
Sebagaimana keseluruhan ajaran islam, sumber akhlaq adalah al-quran dan sunnah,
bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat Sebagaimana pada konsep etika dan
moral. Dalam konsep akhlaq, segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji
atau tercela, semata-mata karena Syara’ (al-qur'an dan sunnah) menilainya
demikian. Kenapa sifat sabar, syukur, pemaaf, pemurah dan jujur misalnya
dinilai baik? Tidak lain karena syara’ menilai semua sifat-sfat itu baik.Akhmad Syauqi Beik
penyair asal Mesir, melukiskan betapa besarnya arti dan peranan akhlak bagi
kehidupan manusia secara kolektif, atau bagi kehidupan masyarakat sebagai
berikut: “Sesungguhnya (keberadaan) masyarakat itu ditentukan harga dirinya
oleh tetap teguhnya akhlak mereka. Apabila mereka telah rusak/kehilangan akhlak
maka hilang-lah martabat masyarakat itu”.(Hal:7-8).
Sejarah telah
membuktikan, bahwa jatuh dan bangun suatu bangsa atau masyarakat lebih kuat
ditentukan oleh tinggi atau rendahnya akhlak mereka. Selagi masyarakat memegang
teguh nilai-nilai budi pekerti yang luhur lagi mulia, bangsa tersebut akan
mendapatkan penghargaan dari orang atau negara lainnya. Sebaliknya bila budi
pekerti dari suatu masyarakat telah rusak, demoralisasi telah meraja lela pada
setiap lapisan dan tingkat, nilai-nilai kebaikan telah di injak-injak bagaikan
sampah yang tiada berharga maka alamat kehancuran masyarakat tersebut telah
mendekat. “Faktor kebudayaan dan peradaban yang benar seharusnya didasarkan
pada etika dan agama, bukan peradaban yang didasarkan pada kemajuan material,
seperti pembangunan kota-kota besar, pendirian perusahaan raksasa, atau
mencipta mesin ultra modern yang dipergunakan untuk membunuh dan
menghancurkan”. Pernyataan serupa dikatakan oleh John.W.Gardner bahwa, ”Tidak
ada suatu bangsa yang dapat mencapai kebesarannya tanpa bangsa tersebut
memiliki suatu kepercayaan yang mempunyai dimensi-dimensi moral untuk menopang
suatu peradaban besar”.(Drs.H.Musthafha Kamal Pasha.E.A. dan Drs. H.Chusnan
Jusuf, Hal:8).
Dengan demikian,
penulis ingin mengakhiri artikel ini dengan mengutip peribahasa indonesia yang
berbunyi bahwa, "Tegak rumah karena sendi, Runtuh budi rumah binasa. Sendi
Bangsa ialah budi. Runtuh budi, runtuhlah bangsa". dan Tokoh Muhammadiyah
Buya Hamka mengatakan bahwa, "Kemunduran negara tidak akan terjadi, kalau
tidak kemunduran budi dan kekusutan jiwa". Oleh karena itu, dari
pernyataan tokoh-tokoh diatas dapat di simpulkan bahwa, Maju dan mundurnya atau
gagal dan suksesnya sebuah negara adalah bukan dilihat dari kekayaan sumber
daya alam dan sumber daya manusianya/penduduknya. Melainkan dilihat atau
dinilai karena kualitas moralitas atau akhlak masyarakatnya itu sendiri dalam
menerapkan akhlak mulia yang dinamis dan kolektif dari kalangan
pemimpin pemerintahan, menteri, politisi, tokoh masyarakat dan, mahasiswa atau seluruh stakeholder di kalangan atas (elitis) dan kalangan bawah (grass root), yang hidup dalam sebuah negara itu sendiri.
*)Penulis
adalah Fitratul Akbar, Mahasiswa Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama
Islam, Universitas Muhammadiyah Malang. Kota Malang, 18
September 2019, 12:30 WIB.
Komentar
Posting Komentar