*Peran Masyarakat dan Pemerintah, melindungi kerusakan Lingkungan Hidup 2
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang marak terjadi belakangan ini di Sumatra dan Kalimantan mendapatkan perhatian dari publik yang cukup luas. Semakin seriusnya masalah ini sehingga perlu untuk segera dicarikan solusi dalam penanganannya. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan luas kebakaran hutan dan lahar yang terjadi periode Januari – Agustus 2019 mencapai 328.724 Ha, dengan Provinsi Riau menjadi wilayah dengan total kebakaran lahan terluas mencapai 49.266 Ha, menyusul setelahnya provinsi Kalimantan Selatan dengan luas lahan terbakar 44.769 Ha. Kabut asap yang tebal menyebabkan terganggunya kehidupan masyarakat yang berdampak langsung kepada kesehatan, pendidikan dan perekonomian masyarakat.
Dampak terjadinya kebakaran hutan tak hanya merugikan manusia, tapi juga mengakibatkan ekologi alamiah berubah bentuk dan rusak. Karena kebakaran hutan bisa menjadi awal dari bencana atau gerbang dari musibah-musibah besar kiranya yang bisa menyusul seperti banjir dan tanah longsor.
Dari data, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan, luas kawasan hutan Indonesia pada 2018 tercatat sekitar 125,9 juta hektare (ha) atau seluas 63,7 persen dari luas daratan Indonesia.
Dari data, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan, luas kawasan hutan Indonesia pada 2018 tercatat sekitar 125,9 juta hektare (ha) atau seluas 63,7 persen dari luas daratan Indonesia.
Deforestasi di Indonesia sering terjadi antara lain disebabkan adanya program-program pembangunan lahan permukiman dan pertanian di areal transmigrasi yang mengharuskan untuk dilakukannya pembukaan hutan. Selain itu, juga banyak terjadi alih fungsi hutan untuk kegiatan pertambangan dan perindustrian yang seringkali hal ini memunculkan konflik baik antara masyarakat dengan pengusaha maupun antara pengusaha dengan berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang penyelamatan lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat angka deforestasi di Indonesia pada tahun 2016-2017 alami penurunan menjadi 496.370 hektare. Deforestasi periode sebelumnya, 2015-2016, sebesar 630.000 hektar. Penurunan ini disebabkan adanya upaya perbaikan tata kelola kebijakan secara berlapis. Pencegahan kebakaran hutan juga dilakukan demi menekan laju deforestasi akibat kebakaran hutan dan lahan.
Lebih lanjut, koran JAWA POS yang dimuat pada hari selasa, tanggal 22 Oktober 2109, menyatakan bahwa, beberapa wilayah hutan dan pegunungan dipulau jawa terbakar hebat. Jawa Timur mengalami kondisi terparah, terutama dikawasan Gunung Arjuno dan Welirang. Skala kemudahan terkar atau Fine Fuel Miestime Code, yang ditampilkan dilaman BMKG, menujukkan bahwa separo wilayah selatan indonesia terpapar kode merah atau sangat mudah terbakar. Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara dinyatakan sepenuhnya dalam kode merah. Juga, Data dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta BNPB, menyatakan bahwa, setidaknya 5 kawasan hutan di Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah, serta 5 blok di kawasan Taman Ujung Kulon mengalami kebakaran.
Lebih lanjut, koran JAWA POS yang dimuat pada hari selasa, tanggal 22 Oktober 2109, menyatakan bahwa, beberapa wilayah hutan dan pegunungan dipulau jawa terbakar hebat. Jawa Timur mengalami kondisi terparah, terutama dikawasan Gunung Arjuno dan Welirang. Skala kemudahan terkar atau Fine Fuel Miestime Code, yang ditampilkan dilaman BMKG, menujukkan bahwa separo wilayah selatan indonesia terpapar kode merah atau sangat mudah terbakar. Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara dinyatakan sepenuhnya dalam kode merah. Juga, Data dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta BNPB, menyatakan bahwa, setidaknya 5 kawasan hutan di Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah, serta 5 blok di kawasan Taman Ujung Kulon mengalami kebakaran.
Sejak akhir tahun 2011 kondisi hutan indonesia mengalami pengumuman yang serius. Luas hutan telah menurun drastis, kerusakan akibat penerbangan yang tidak terkendali dan tanpa izin semakin parah, perambahan dan ditambah dengan penanaman hutan yang tidak berjalan kompak atau secara keseluruhannya, menghambat kelesatarian hutan.
Penyebab utama terjadinya berbagai kelemahan dan kegagalan tersebut adalah adanya keragaman pandangan, kepentingan dan tujuan dari berbagai pihak, baik dari sektor pemerintah, dunia usaha, serta masyarakat, baik nasional dan global, dalam pamerkan prioritas pengelolaan sumber daya hutan dan penempatan hutan. Akibatnya, deforestasi dan degradasi dari hutan terus menurun.
Penyebab utama terjadinya berbagai kelemahan dan kegagalan tersebut adalah adanya keragaman pandangan, kepentingan dan tujuan dari berbagai pihak, baik dari sektor pemerintah, dunia usaha, serta masyarakat, baik nasional dan global, dalam pamerkan prioritas pengelolaan sumber daya hutan dan penempatan hutan. Akibatnya, deforestasi dan degradasi dari hutan terus menurun.
Peran masyarakat dan pemerintah, melindungi lingkungan hidup dan kehutanan.
Hanya manusia, masyarakat dan pemerintah/negara yang berperan penting atas apa yang terjadi pada bumi atau alam semesta ini. Baik atau buruk, kering atau lestari, panas/gersang atau dingin.
tak ada hal yang tak berubah, semua pasti berubah. Termasuk bumi, rumah yang kita kenal sejak kita dilahirkan hingga saat ini. Bumi tempat kita bernaung, memberi kita rasa nyaman, damai dan lestari. Memanjakkan kita hingga bisa tumbuh berkembang ditasnya, menikmati segala keindahan dan kedamaiannya, pun sebaliknya.
Melihat kondisi bumi dan alam semesta saat ini, kadang tidak terbayangkan akan seperti apa bumi 10,50 atau 100 tahun lagi. Apakah kita generasi masa kini, akan mewariskan alam yang rusak atau mewariskan bumi, alam atau lingkungan masyarakat yang nyaman, damai dan lestari bagi kehidupan keluarga, masyarakat dan anak cucu kita dimasa depan kelak.
Apakah kita diam saja melihat kondisi alam saat?, tentu jawabannya tidak. Karena itu, kita sebagai orang yang berakal sehat dan dibekali hati nurani, pasti secara kesadaran naluriah dan amaliah, kita sebagai manusia, pemimpin didunia yang mengatur, mengurus dan mengelola kondisi bumi atau alam semesta ini untuk keberlangsungan hidup umat manusia dan anak-anak atau remaja yang hidup dimasa kini dan esok kelak.
Karena itu, hanya kita sebagai manusia, masyarakat dan pemerintah yang memegang peran penting untuk bekerja-sama, bergotong royong dalam mengelola dan mengurus kelestarian dan kenyamanan atas apa yang terjadi di bumi, alam semesta, masyarakat dan negara tercinta ini.
Hanya manusia, masyarakat dan pemerintah/negara yang berperan penting atas apa yang terjadi pada bumi atau alam semesta ini. Baik atau buruk, kering atau lestari, panas/gersang atau dingin.
tak ada hal yang tak berubah, semua pasti berubah. Termasuk bumi, rumah yang kita kenal sejak kita dilahirkan hingga saat ini. Bumi tempat kita bernaung, memberi kita rasa nyaman, damai dan lestari. Memanjakkan kita hingga bisa tumbuh berkembang ditasnya, menikmati segala keindahan dan kedamaiannya, pun sebaliknya.
Melihat kondisi bumi dan alam semesta saat ini, kadang tidak terbayangkan akan seperti apa bumi 10,50 atau 100 tahun lagi. Apakah kita generasi masa kini, akan mewariskan alam yang rusak atau mewariskan bumi, alam atau lingkungan masyarakat yang nyaman, damai dan lestari bagi kehidupan keluarga, masyarakat dan anak cucu kita dimasa depan kelak.
Apakah kita diam saja melihat kondisi alam saat?, tentu jawabannya tidak. Karena itu, kita sebagai orang yang berakal sehat dan dibekali hati nurani, pasti secara kesadaran naluriah dan amaliah, kita sebagai manusia, pemimpin didunia yang mengatur, mengurus dan mengelola kondisi bumi atau alam semesta ini untuk keberlangsungan hidup umat manusia dan anak-anak atau remaja yang hidup dimasa kini dan esok kelak.
Karena itu, hanya kita sebagai manusia, masyarakat dan pemerintah yang memegang peran penting untuk bekerja-sama, bergotong royong dalam mengelola dan mengurus kelestarian dan kenyamanan atas apa yang terjadi di bumi, alam semesta, masyarakat dan negara tercinta ini.
Komentar
Posting Komentar