*Narasi Ibn Miskawaih dan Akhlak Mulia

*Narasi Ibn Miskawaih dan Akhlak Mulia
(Resensi Buku
Menuju Kesempurnaan Akhlak, Ibn Miskawaih)

Buku Menuju Kesempurnaan Akhlak, ini adalah berasal dari naskah klasik berbahasa arab, Tahdzib al-Akhlaq, yang ditulis oleh Abu Ali Ahmad Ibn Miskawaih (330-421 H./941-1030 M), yang menurut para ahli merupakan buku daras (buku rujukan) pertama tentang filsafat etika islam. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Helmi Hidayat, dan kemudian disunting oleh Ilyas Hasan dengan merujuk kepada edisi bahasa inggrisnya, The Refinement of Character, terbitan The American University of Beirut, Beirut,1968. Pembabakannya mengikuti edisi buku aslinya yang berbahasa arab, hanya sebagian judul wacana dan pasal-pasal dalam buku ini mengacu kepada buku terjemahan bahasa inggris termaktub, yaitu untuk memudahkan pembaca dalam mencerna isi buku secara kesleuruhan.

Ibn Miskwaih
Abu Ali Ahmad Ibn Miskawaih (330H/941M-421/1030), terkenal dengan nama Ibn Miskawaih, adalah seorang yang representatif dalam bidang akhlak (filsafat etika) dalam islam. Sungguhpun terpengaruh oleh budaya asing, terutama Yunani, namun usahanya sangat berhasil dalam melakukan harmonisasi antara pemikiran filsafat dan pemikiran islam, terutama dalam bidang akhlak. Karena filsafat akhlak yang sistematis, Tahdzib Al-akhlak (pendidikan moral), bertujuan yaitu untuk menanamkan dalam diri kita kualitas-kualitas moral dan melaksanakannya dalam tindakan-tindakan utama secara spontan. Dalam melaksakan yang demikian itu, pertama-tama harus diselidiki sifat, kesempatan, daya dan tujuan jiwa, seperti yang dikaji dalam psikologi. 
Tahdizb Al-Akhlaq merupakan uraian suatu aliran akhlak yang meteri-materinya ada yang berasal dari konsep-konsep akhlak dari Plato dan Aristoteles yang diramu dengan ajaran dan Hukum Islam serta diperkaya dengan pengalaman hidup pribadinya dan situasi zamannya. Ia terutama ditujukan untuk memberikan bimbingan bagi generasi muda dan menuntun mereka kepada kehidupan yang berpijak pada nilai-nilai akhlak yang luhur serta menghimbau mereka untuk selalu melakukan perbuatan yang bermanfaat agar mereka tidak tersesat dan umur mereka tidak disia-siakan. Dari itu, akhlak Ibn Miskawaih merupakan paduan antara kajian filsafat teoritis dan praktis, di mana segi pendidikan dan pengajaran lebih menonjol.(Kata Pengantar Zainul Kamal, Buku Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak.Hal:14).

Kitab Tahdzib Al-Akhlaq berisikan tujuh bab. Secara runut dimulai dengan pembahasan tentang jiwa; bab kedua tentang fitrah manusia dan asal usulnya; bab ketiga, yang merupakan bagian utama akhlak, membicarakan kebaikan dan kebahagiaan; bab keempat membicarakan tentang keutamaan, terutama memuat keadilan dan urainnya secara rinci tentang arti keadilan; bab kelima membahas persahabat dan cinta, sedangkan dua bab terakhir, Ibn Miskawaih membicarakan tentang pengobatan jiwa dan penyembuhan penakit jiwa.(Hal:15).

Akhlak Mulia
Akhlak yang mulia/baik adalah semulia mulianya sesuatu, sebaik baiknya manusia. dengan akhlak baik, manusia menjadi leih tinggi derajatnya ketimbang derajat binatang!. Manusia hanyalah sosok yang terdiri daging, urat dan darah. Demikian pula binatang. Ia juga sosok yang terdiri dari daging, urat dan darah. kedua makhluk ini hanya bisa dibedakan melalui akhlak dan kecerdasan. andai saja kedua hal ini lenyap, maka tidak ada lagi perbedaan antara manusia dan binatang. Tak pelak lagi, keduanya akan sama sama bodoh. Bedanya, manusia bisa berbicara, sementara binatang tidak. selain itu, kerapkali manusia berbicara keji, sesuatu yang tak pernah dilakukan binatang. Pada saat seperti itulah berlaku ketetapan: yang diam lebih baik daripada yang berbicara. Yang tak bersuara lebih baik daripada yang tak bersuara. Para filosof berupaya mengkaji bagaimana caranya agar manusia dapat membebaskan diri dari martabat hina-dina ini menuju martabat yang tingi dan mulia, suatu martabat yang membuatnya lepas dari karakteristik binatang, martabat yang telah dikhususkan oleh Allah untuknya, dan demi martabat inilah manusia diciptakan. suatu martabat yang mengharuskan dia menjadi khalifah di muka persada ini! agar dengan begitu, menyebarluaslah di muka bumi ini keadilan ilahi, dan menyebar pulalah moral mulia yang digariskan Nabi saw.......................Para filosof berpendapat bahwa karena akal dan akhlak baiklah manusia berbeda dengan binatang, dan karena itulah mereka menulis banyak buku, di mana dengan karangan tersebut agar dapat membawa manusia menuju akhlak mulia dan sempurna dan menyelamatkannya dari kehancuran.(Ibn Miskawaih, MENUJU KESEMPURNAAN AKHLAK, Hal:25)

Oleh karena itu, keutamaan seseorang diukur dengan sejauh mana dia mengupayakan dan mendambakan kebajikan. keutamaan ini akan semakin meningkat, ketika dia semakin memperhatikan jiwanya dan berusaha keras menyingkirkaan segala yang merintanginya mencapai keutamaan ini. Pembahasan yang lalu sudah menjelaskan apa apa yang menjadi kendala kita dalam mencapai keutamaan ini. Kendala itu berupa apa saja yang sifatnya badani, inderawi, serta yang berhubungan dengan keduanya. Sedang keutamaan keutamaan itu sendiir, tidak mungkin bisa kita capai, kecuali setelah jiwa kita suci dari perbuatan perbuatan keji, yang merupakan kebalikan dari keutamaan. yang saya maksudkan dengan perbuatan perbuatan keji itu adalah nafsu badani yang hina serta nafsu keji hewani yang tercela. Dengan begitu, jika seseorang mengetahui bahwa hal al di atas tadi bukanlah keutamaan, tetapi justru kenistaan, dia akan segera menjauhinya, serta tidak suka kalau dirinya diketahui memilikinya. Akan tetapi, jika dia mengira bahwa yang demikian justru keutamaan, dia pun akan membiasakannya.(Ibnu Miskawaih, Hal:39).

Manusia
Bahwa manusia, diantara seluruh hewan, tidak dapat mencapai kesempurnaan dengan hidup menyendiri. Dia harus ditunjang oleh masyarakat, agar kehidupannya baik dan agar dia mengikuti jalan yang benar. Itulah mengapa para filosof berpendapat bahwa manusia makhluk sosial. Dengan kata lain, dia memerlukan satu tempat yang didalamnya terdapat komunitas tertentu, agar kebahagiaan insaninya tercapai. Manusia niscaya memerlukan manusia lain selain dirinya. Dengan begitu, dia harus bersahabat dengan manusia lain, harus menyayanginya secara tulus. Sebab, mereka melengkapi eksistensinya, sekaligus menyempurnakan kemanusiaannya. Dan dia sendiri memainkan peranan yang sama dalam kehidupan mereka. Sekiranya manusia berwatak demikian dan harus demikian, mana mungkin orang yang berpikir yang tahu siapa dirinya, memilih hidup menyendiri, dan mencapai kebajikan yang dilihatnya akan tercapai bila bergaul dengan orang lain?.
Karena, orang yang tidak bergaul dengan orang lain, tidak tinggal bersama mereka di wilayah tertentu, tak dapat memperlihatkan sikap sederhana, kebaikan, kedermawanan, dan sikap adil. Bahkan, semua fakultas dan bakat yang ada padanya jadi tidak berlaku; sebab, dia tiak diarahkan ke kebaikan, juga tidak ke kejahatan. Jika mereka tidak melakukan tindakan tindakan khas mereka, maka mereka yang memiliki fakultas dan bakat itu derajatnya sama dengan benda mati atau orang yang sudah mati. Mereka menduga dan di anggap orang lain, bahwa diri mereka sederhana dan adil, padahal mereka tidak sederhana dan tidak adil.(Ibnu Miskawaih, Hal:54)

Subtansi
Subtansi manusia mempunyai aktivitas yang khas, yang tak ada pada lainnya didunai ini. Manusia merupakan benda alam paling mulia. Namun bila dia tidak melakukan tindakan yang khas pada subtasinya, maka dia, seperti kami katakan, menjadi seperti seekor kuda yang, jika tidak lagi berperilaku kuda, digunakan persis seekor keledai untuk membawa muatan, dan kalau begini lebih baik mati ketimbang hidup. Sebab itu, tentu saja bidang pembinaan karakter ini yang bertujuan mencetak tingkah laku manusia yang baik, sehingga dia berperilaku terpuji, sempurna sesuai subtansinya sebagai manusia, yang bertujuan mengangkatnya dari derajat yang paling tercela, dan tentunya orang yang ada dalam derajat ini dikuutuk Allah swt dan merasakana zab neraka yang pedih tentu aja bidang karakter ini adalah yang terbaik dan paling mulia.(Ibn Miskawaih, Hal:61).

Dengan demikian, didalam diri manusia terdiri dari dua unsur atau fakultas yang saling tarik menarik, atau bergejolak. yaitu disatu sisi yang menyuruh kepada perbuatan kebaikan, dan disisi yang lain itu menyuruh kepada perbuatan keburukan/kezaliman. Karena itu, Setiap manusia harus selalu sadar, dalam menggunakan akal fikirannya untuk meningkatkan wawasan keilmuan, selalu belajar dimana dan kapanpun. disetiap lini kehidupan yang berada dimuka bumi ini adalah sumber kehidupan. pertama tama kamu harus mendahulukan, mencari, atau belajar ilmu agama khususnya agam islam agar kamu bisa menjalankan perintah Tuhan Allah swt, melaksakan semua kewajibannya dan menghindari atau mencegah semua larangan-larangannya.

Penutup

Karena itu, keberaan umat manusia khususnya umat islam dimuka bumi ini adalah semata mata untuk beribadah kepada Allah swt, meningkatkan wawasan keilmuan dan kejernihan akhlak mulia, atau dengan kata lain dunia ini adalah ladang umat islam untuk menanam sebanyak banyak benih benih amal kebajikan sebagai bekal atau modal yang dibawa ke surga akhirat kelak sebagai pertanggungjawaban selama menjalani kehidupan didunia. Dan juga, selain belajar mengenai ilmu-ilmu agama, manusia perlu belajar ilmu umum agar bisa bertahan hidup dan berinteraksi antar sesama. dan bisa bekerja atau mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup. 
Kebajikan bukanlah hal yang tidak tampak. melainkan harus dimanifestasikan melalui perbuatan, yang ketika kita hidup bermasyarakat, berinteraksi sosial, tinggal bersama orang lain. ketika kita bergaul atau berintarksi dengan masyarakat/orang lain, kita dapat mencapai dan menikmati kedamaian, keharmonisan dan kebajikan antar sesama di lingkungan masyarakat.

*)Penulis adalah Fitratul Akbar, Mahasiswa Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang. Kota Malang, Rabu 20 Februari 2019. Warkop Ijo. 15:20 WIB.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

*Meneladani Perjuangan bapak Pendiri Bangsa.

Islam Melindungi Kemanusiaan Abad 21

Mahatma Gandhi dan Manusia Ahimsa (Anti Kekerasan)