Politik Uang, Awal Menghancurkan Negara

Pada hari jum’at tepat pada tanggal 3 februari 2018, komisi pemberantasan korupsi (KPK) melakukan OTT kepada daerah yaitu Bupati Jombang jawa timur Nyono Suharli Wihandoko (NSW), di stasiun balapan Solo yang saat itu hendak menuju jombang. Dan KPK menyita uang sebesar 25 juta dan 9.500 pecahan dollar, Sedangkan tim KPK yang lainnya menangkap Inna silestyanti beserta keluarganya di apartemen di surabaya.
Uang yang diterima Nyono berasal dari uang suap yang di berikan oleh Plt kepala dinas kesehatan, Inna silestyanti. Suap itu, untuk menetapkan inna sebagai kepala dinas kesehatan definitif. Uang suap tersebut berasal dari kutipan atau pungutan liar jasa pelayanan kesehatan dan dana kapitasi dari 34 Puskesmas di Jombang. Dana pungutan liar itu sudah dikumpulkan sejak Juni 2017 dengan jumlah total sekitar Rp 434 juta. Inna telah menyerahkan Rp 200 juta dana hasil pungli itu pada Desember 2017. Dari pungli itu diduga Inna menyerahkan uang sebesar Rp 75 juta kepada Nyono pada 1 Februari 2018. Total suap di berikan kepada nyono, berjumlah rp. 250 juta. Selain itu, Inna juga membantu penerbitan izin operasional sebuah rumah sakit swasta di Jombang dan menerima pungli terkait perizinannya.
Dalam 2 tahun terakhir, 6 kepala daerah di jatim terseret kasus korupsi. Seperti walikota Madiun Bambang Irianto, Bupati Pamekasan Achmad Syafi’i, Walikota Mojokerto Mas’ud Yunus, Walikota Batu Eddy Rumpoko, Bupati Nganjuk Taufiqurahman, Bupati Jombang Nyono Suharli Wihardiko.
Kasus di atas memperpanjangkan sedertana nama-nama pejabat negara yang terlibat korupsi, menarik untuk dijadikan hikmah dan pelajaran dari kasus tersebut karena antara bawahan dan atasan telah melakukan kejahatan yang sangat luar biasa, dimana kepala dinas kesehatan mengintimidasi pegawai puskesmas dan memanfaakan jabatan untuk kepentingan diri sendiri sedangkan Bupati nyono sebagai pemimpin tidak mau mencegah bawahannya dan malah memanfaatkan jabatannya dengan menerima uang suap untuk melanggengkan kekuasaan. Pintu gerbang kasus korupsi di kalangan pemerintah adalah adanya transaksi plotik uang yang di lakukan oleh antara pegawai bawahan dan atasan.
Negara indonesia sudah termasuk kedalam negara yang terkorup di dunia dan pertama di Asia. Negara indoensia sudah kehilangan jati diri sebagai bangsa yang merdeka dan memperburuk citra negara dan citra umat muslim yang notabene pemimpin, birokrasi dan bawahan terlibat kasus korupsi.Sebagian pemimpin umat islam mengedepankan syahwat politik ketimbang akhlak yang baik.

Politik Uang
Menurut Indra ismawan (2007) , politik uang (money politics) adalah sebuah transaksi atau rencana transaksi bermotif politis dengan menggunakan uang (atau segala bentuk yang di wujudkan dengan memanfaatkan konvertibitilitas uang) yang bertujuan untuk memengaruhi si penerima untuk melakukan dan tidak melakukan suatu tindakan, untuk kepentingan si pemberi.
Kalau calon pemimpin jauh hari sebelum memegang estafet kepemimpinan ia sudah terlebih dahulu melakukan korupsi, yakni politik uang. Awal yang salah akan melahirkan sesuatu yang salah pula, yakni apabila awalnya si pemimpin sudah melakukan suap menyuap ketika pilkada dan pemilu maka dapat di pastikan pemimpin tersebut menglalakan sistem pemerintahan yang korup juga.
Selanjutnya Indra ismawan, menyatakan politik uang mempunyai dua bentuk yang di bedakan berdasar bagaimana proses terjadinya penyaluran dana. Yakni aliran dana terhadap partai guna kepentingan subjektud donatur dan aliran dana dari partai kepada calon pemilih (voters), dengan penjelasan sebagai berikut :
a. aliran dana atau bentuk materi lainnya dari donatur kepada sebuah parpol. Donatur mempunyai tujuan subjektif atas pemberian dana tersebut. Banyak terjadi dimana donatur (umumnya pengusaha) berupaya mendapat fasilitas, linsensi, konsesi atau bentuk bentuk pengembalian ekonomi dari partai tersebut apablia sudah berkuasa. Yang paling berbahaya adalah permainan visi dan misi, dimna donatur melalui pemberian dana bermaksud merubah visi dan misi sebuah parpol.
b. aliran dana atau bentuk materi lain yang di berikan parpol pada massa pemilih (voters). Motifnya untuk “membeli suara”.
Korupsi menjangkiti semua institusi pemerintahan, mulai dari kalangan atas sampai kalangan bawah sekalipun. Parahnya, korupsi di kalangan insitisui merupakan korupsi paling akut sebab antara satu pegawai dengan pegawai lainnya mempunyai kertekaitan korupsi yang erat. Begitupun juga antar atasan dengan bawahan, terjadi kompromi untuk menciptakan korupsi sebagai kebiasaan yang semakin melembaga.
Seseorang calon walikota, bupati, ataupun gubernur sejak pencalonan, kampanye dan menjelang pemilihan telah mengeluarkan banyak dana, baik miliknya sendiri atau dari pihak lain mengindikasikan adanya korupsi. Penyuapan yang di lakukan seorang calon pemimpin mengindikasikan bahwa awal yang salah tersebut calon pemimpin yang bersangkutan kelak akan melakukan korupsi dengan menoleransi dana APBN/APBD dengan anggota legislatif. Bahkan mengintimidasi pegawai agar pemimpin tersebut bisa mengembalikan modal dengan cara menggelapkan barang milik negara, mengalirkan uang lembaga ke rekening pribadi, pungututan liar, memanipulasi peraturan, dll.
Dengan adanya kasus korupsi yang menimpa pemimpin dan bawahan, penyelenggaraan negara menjadi terbengkalai dan dampaknya kepada nasib warga masyarakat yang hidup semakin miskin dan lemah, tidak bisa mengakses kesehatan dan dana bantuan maupun hubungan emosianal secara langsung antara pemimpin dan masyarakat.

Menghancurkan Negara
Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra pakar Hukum Tata Negara, mengenakan nama khusus untuk korupsi yaitu kejahatan yang luar biasa (extraodinary crime). Masuk akal bila korupsi di sebut kejahatan luar biasa karena kasus korupsi mampu mengguncangkan stabilitas negara dan mempengerahi citra sebuah bangsa.
Kasus korupsi adalah kejahatan yang luar biasa yang dapat menghancurkan negara dari dalam dan membuat warga masyarakat dan calon pemimpin akan merasa lumrah dengan melihat kasus korupsi. Selain merusak dari dalam, kasus korupsi akan mudah di manfaakan oleh negara lain untuk menyerang atau menguasai sebuah negara dengan menyuap para pemimpin negara sehingga dapat menghancurkan kedaulatan negara maupun kedaulatan rakyat dan merusak citra sebuah negara.
Maka untuk itu, sudah sepatutnya semua elemen warga masyarakat mulai dari pemimpin negara, pegawai pemerintah, akademisi, mahasiswa, aktivis politik bahu membahu untuk melawan dan memberantas kasus korupsi.
Karena kasus korupsi banyak mengakibatkan kerugian.
Pertama, bangunan/infastruktur seperti gedung sekolah, jembatan, jalan raya,dll yang cepat rusak karena bangunannya tidak sesuai rencana semula karena adanya kasus penyuapan antar pemimpin dan pegawai.
Kedua, banyak terjadi pungutan liar, intimidasi dan pemerasan kepada warga masyarakat dalam pengurusan ijin yang mengakibatkan biaya ekonomi tinggi yang menghambat perkembangan perekonomian warga.
Ketiga, korupsi mengakibatkan merosotnya kepercayaan msyarakat kepada pemerintah dan merusak citra pemerintah sebagai penyelenggara negara. Keempat. Korupsi secara kolektif antar pemimpin dan pegawai di indoensia mengakibatkan ketidakadilan dan ketimpangan ekonomi warga.
Apakah kita termasuk kelompok yang mendukung korupsi atau kelompok yang melawan korupsi? Wassalam.

#Refleksi Hidup Bernegara
#Kota Malang, Senin 12 Februari 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

*Meneladani Perjuangan bapak Pendiri Bangsa.

Islam Melindungi Kemanusiaan Abad 21

Mahatma Gandhi dan Manusia Ahimsa (Anti Kekerasan)