*Manusia Sosial penopang Akhlak Bangsa

*Manusia Sosial dan Akhlak Mulia Bangsa

Negara kita indonesia ini adalah negara yang besar dan dihuni oleh ratusan juta penduduk dan mempunyai sumber daya alam melimpah dan memiliki keberagaman. Untuk itu, Satukan kesadaran dan pandangan untuk saling tolong-menolong dan gotong-royong antar sesama masyarakat yang menderita kesusahan atau musibah. Karena dengan kesadaran tolong-menolong itulah kita dapat mewujudkan negara yang bersatu dan menciptakaan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Singkirkan moral individualisme, kekerasan, persekusi, saling membenci dan mencaci maki antar sesama anak bangsa.

Saat ini negara indonesia termasuk negara berkembang. Tantangan yang dihadapi oleh negara berkembang adalah banyaknya rakyat miskin, tingkat pendidikan rendah, akses kesehatan dan angka kematian sangat tinggi. Dan yang menjadi bahan renungan kita adalah penderita kemiskinan, kriminal, korupsi, saling memfitnah, mencemoooh, konflik intra agama itu adalah umat islam sendiri selaku masyarakat mayoritas di negara indonesia.

Di tengah kondisi bangsa yang  sangat carut-marut dengan banyaknya kasus. Narkoba, korupsi, konflik kepentingan, penyebaran informasi palsu (HOAX), isu SARA, dll. Dengan kondisi carut marut dan kesembronoan tersebut akan menjadi bom waktu (konflik, perpecahan, kekerasan, keretakan sendi-sendi negara) bagi negara indonesia. Maka dibutuhkan kesadaran atau keinsafan seluruh elemen masyarakat indonesia untuk menghidupkan nilai-nilai etika, moral, dan akhlak luhur bangsa. 

Watak Manusia
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna di antara makhluk ciptaan Allah swt, seperti jin dan malaikat. Dikatakan makhluk yang sempurna karena manusia di karunia oleh Allah swt berupa akal dan nafsu. Malaikat diciptakan dari cahaya, sedangkan jin diciptakan dari api. Allah swt menciptakan malaikat agar senantiasa beribadah kepada-Nya. malaikat selalu taat dan tidak pernah bermaksiat pada Allah. Sedangkan jin diberikan pilihan untuk taat atau bemaksiat pada Allah. Kebanyakan jin kufur kepada Allah, bahkan golongan jin yang kafir lebih banyak dari golongan manusia.
Manusia adalah makhluk sosial, karena manusia hidup bertetangga dengan manusia lainnya. Manusia tidak akan bisa dan susah hidup tanpa ada orang disekitar yang membantu ketika mengalami musibah. Berbicara mengenai manusia sebagai makhluk sosial. Manusia di ciptakan dengan berbagai macam agama, suku, ras dan kepercayaan. Maka manusia harus mampu hidup harmonis dengan segala perbedaan dan keberagaman.

DRS.H.Ishomuddin.MS, mengatakan bahwa, sejak lahir manusia ada ditengah-tengah manusia yang melahirkannya dan yang mengurusinya sampai ia dapat berdiri sendiri sebagai suatu pribadi. Hidup ditengah-tengah kelompok atau didalam kelompok, menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang bermasyarakat. Kelompok inilah yang mematangkan seorang individu menjadi suatu pribadi. Dari kenyataannnya yang demikian, hakekatnya manusia merupakan makhluk yang unik, yang merupakan perpaduan antara aspek individu sebagai perwujudan dirinya sendiri dan merupakan makhluk sosial sebagai perwujudan anggota kelompok atau anggota masyarakat.(Sosiologi Perspektif Islam, Hal:42).

Manusia itu pada hakikatnya tidak dapat hidup sendiri atau menyendiri. Manusia kata orang yunani “zoon pooliticon” yaitu manusia itu makhluk yang bersosial, politik, dan bergaul. Manusia tidak dapat hidup dengan mengucilkan diri atau mememisahkan diri dari orang lain. Seperti: seorang anak sangat memerlukan asuhan dan rawatan yang cukup lama agar menjadi bayi yang sehat, baik dan tumbuh besar. Begitupun, dengan manusia harus bergabung menjadi anggota suatu kelompok yang bernama masyarakat. Hidup berkelompok dan bermasyarakat itu suatu kebutuhan yang mutlak bagi manusia, karena dapat bekerja sama, tolong-menolong, gotong-royong dan membagi fungsi dan peran sesuai dengan pekerjaan dan minat masing-masing individu.

Peran Akhlak
Yang dimaksud dengan sumber akhlaq adalah yang menjadi ukuran baik dan buruk atau mulia dan tercela. Sebagaimana keseluruhan ajaran islam, sumber akhlaq adalah al-quran dan sunnah, bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat Sebagaimana pada konsep etika dan moral. Dalam konsep akhlaq, segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji atau tercela, semata-mata karena Syara’ (al-quran dan sunnah)menilainya demikian. Kenapa sifat sabar, syukur, pemaaf, pemurah dan jujur misalnya dinilai baik? Tidak lain karena syara’ menilai semua sifat-sfat itu baik. 
Akhmad Syauqi Beik penyair asal Mesir, melukiskan betapa besarnya arti dan peranan akhlak bagi kehidupan manusiasecara kolektif, atau bagi kehidupan masyarakat sebagai berikut: “sesungguhnya (keberadaan) masyarakat itu ditentukan harga dirinya oleh tetap teguhnya akhlak mereka. Apabila mereka telah rusak/kehilangan akhlak maka hilang-lah martabat masyarakat itu”. (Akhmad Syauqi Beik, Hal:7-8). 
Sejarah telah membuktikan, bahwa jatuh dan bangun suatu bangsa atau masyarakat lebih kuat ditentukan oleh tinggi atau rendahnya akhlak mereka. Selagi masyarakat memegang teguh nilai-nilai budi pekerti yang luhur lagi mulia, bangsa tersebut akan mendapatkan penghargaan dari orang atau negara lainnya. Sebaliknya bila budi pekerti dari suatu masyarakat telah rusak, demoralisasi telah meraja lela pada setiap lapisan dan tingkat, nilai-nilai kebaikan telah di injak-injak bagaikan sampah yang tiada berharga maka alamat kehancuran masyarakat tersebut telah mendekat. “faktor kebudayaan dan peradaban yang benar seharusnya didasarkan pada etika dan agama, bukan peradaban yang didasarkan pada kemajuan material, seperti pembangunan kota-kota besar, pendirian perusahaan raksasa, atau mencipta mesin ultra modern yang dipergunakan untuk membunuh dan menghancurkan”. Pernyataan serupa dikatakan oleh John.W.Gardner bahwa, ”tidak ada suatu bangsa yang dapat mencapai kebesarannya tanpa bangsa tersebut memiliki suatu kepercayan yang mempunyai dimensi-dimensi moral untuk menopang suatu peradaban besar”.(Drs.H.Musthafha Kamal Pasha.E.A. dan Drs. H.Chusnan Jusuf, Hal:8).
Konklusi
Dengan demikian, ditengah kondisi masyarakat dan negara yang sedang mengalami krisis multidimensional ini khususnya krisis moral dan akhlak. Karena itu, semua elemen/lapisan masyarakat indonesia khususnya umat islam kembali sadar, mawas diri, dan melihat kembali jati diri dan identitas-nya sebagai manusia yang paling sempurna dimuka bumi dan menjadi khalifah Allah swt untuk memimpin dan mengurus kondisi lingkungan (bumi), kondisi masyarakat dan negara-nya.
Untuk memulai membangun dan membawa perubahan kehidupan masyarakat yang lebih baik, damai-sejahtera dan kemajuan dibutuhkan kerja sama, tolong-menolong, dan gotong-royong antar sesama warga masyarakat. Seperti bunyi Peribahasa Indonesia, “Adat hidup tolong menolong, Syariat palu memalu”. Artinya adalah: Dalam hidup sehari-hari, hendaklah bergotong-royong, dalam agama hendaklah saling tolong-menolong.

*)Penulis adalah Fitratul Akbar, Mahasiswa Program Studi Ekonomi Syariah (2015) FAI UMM. Kota Malang, Kedai Barongsari, Tanggal 21 Maret 2019, 21:50 WIB. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

*Meneladani Perjuangan bapak Pendiri Bangsa.

Islam Melindungi Kemanusiaan Abad 21

Mahatma Gandhi dan Manusia Ahimsa (Anti Kekerasan)