Manusia Religius (1)



Salah satu ciri utama agama adalah universalitas ajarannya, sehingga melampaui batas-batas perbedaan antar manusia. Jika makna agama ini tidak terjangkau oleh pemahaman keagamaan yang mendalam oleh setiap manusia atau penganutnya,  maka makna atau nilai agama menjadi sempit.  Yakni ajaran agama hanya untuk membebaskan sekelompok manusia saja,  bukannya membebaskan keseluruhan umat manusia dari lingkungan yang penuh keterbatasan.  Manusia atau penganut agama yang tidak mampu membebaskan diri dari kungkungan itu sudah tentu tidak dapat mengangkat diri menuju sifat-sifat keilahian dalam dirinya,  padahal sifat-sifat luhur keilahian itulah esensi dari ajaran agama untuk umat manusia atau penganut agama yang meyakini dan menjalaninya.

Religius tidak identik dengan agama. Manusia yang beragama adalah sekaligus manusia yang religius.

Agama lebih menunjuk kepada aspek kelembagaan kebaktian kepada Tuhan. Tuhan yang maha kuasa. Sedangkan, religius lebih melihat kepada aspek kedalam lubuk hati, riak getaran hati nurani pribadi dan menampakkan intimasi jiwa. Memang, aspek keagamaan dan religiusitas sesungguhnya adalah satu tetapi dua, di ibaratkan dua sisi mata uang. Seperti, kehidupan manusia yang mempunyai dua kutub,  kutub kehidupan pribadi dan kutub publik. Kutub kesendirian dan kebersamaan ditengah masyarakat.

Dalam taman sari religiusitas,  burung-burung bebas berterbangan tidak saling menjatuhkan, bunga- bunga indah bermekaran tidak saling mengalahkan. Pohon-pohon tumbuh menjulang tidak saling mencemoohkan.
Dalam danau religiusitas,  langit-langit merekah cerah, udara-udara menabur jernih, manusia-manusia menebar kasih.
Dalam lubuk religiusitas,  yang penting adalah kualitas bukan kuantitas, yang penting isi dan esensi bukan rupa dan warna. Yang penting kedamaian dan kearifan bukan materi dan kekayaan.
Dalam semesta religiusitas,  dunia laksana ladang dan savana.  Ladang tempat manusia menanam bibit-bibit kebaikan.  Savana tempat manusia menghirup angin-angin kedamaian.

Religiusitas adalah ibu dari manusia yang cinta dengan kebenaran,  kedamaian,  kerendahan hati dan kebersamaan. Manusia yang cinta dengan kesahajaan,  kewajaran, kesederhanaan dan kemanusiaan. Agama laksana daun daun kelopak bunga bahkan madu yang indah menawan.  Sedangkan,  religiusitas laksana serbuk serbuk saripati bunga yang mengandung kehidupan.
Hukum-hukum agama berguna karena manusia sering tidak tahu batasan,  melampaui daratan,  dan rabun pandangan.  Karena itu,  hukum agama laksana pagar tepi jurang atau rambu-rambu lalu lintas yang memberi peringatan dan mempermudah perjalanannya. Artinya,  pagar ditepi jurang atau rambu lalu lintas bukan tujuan dan bukan segakanya. Tetapi, dengan pagar dan rambu-rambu itulah mempermudah dan memperlancar perjalanan manusia atau penganut agama agama untuk sampai tujuan ke taman taman surga didunia kini dan akhirat nanti.

Pada tingkat religiusitas, bukan peraturan dan hukuman yang berbicara. Melainkan keikhlasan, kejujuran,  kerendahan hati, dan kesatuan diri kepada Tuhan maha Bjaksana. Dalam suasana hormat, takjub dan cinta. Dalam suasana doa, khidmat dan gembira. Karena keintiman rasa sabar menghadapi cobaan,  dan rasa syukur mendapatkan karunia Tuhan. Sebab,  manusia-manusia beragama bukan saling mencaci-mak dan menyalahkan penganut agama lainnya. Melainkan manusia-manusia beragama dengan menebarkan kedamaian, kesejukan, kebersamaan dalam lingkungannya.

*)Penulis Fitratul Akbar, Mahasiswa Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam,  Universitas Muhammadiyah Malang. Kota Bima,  30 April 2020, 23:15 WITENG.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

*Meneladani Perjuangan bapak Pendiri Bangsa.

Islam Melindungi Kemanusiaan Abad 21

Mahatma Gandhi dan Manusia Ahimsa (Anti Kekerasan)