Masyarakat Welas Asih (Compassion)

Apakah kebajikan belas kasih dapat bertahan hidup pada zaman teknologi dan informasi ini?
apakah arti "belas kasih" itu sebenarnya?. Kata bahasa inggrisnya (compassionate) sering dipersamakan dengan kasihan dan dikaitkan dengan kebajikan sentimental yang tidak kritis. Oxford English Dictionary, misalnya mendefiniskan compassionate segala pitieous (memilukan) atau pitiable (menyedihkan). Persepsi compassion seperti ini tidak hanya meluas, tetapi telah tertanam.(Karen Amstrong, COMPASSION, 12 Langkah Menuju Hidup Berbelas Kasih, Hal:14).

Compassion sebagian ditemukan dari patiri latin dan pathe yunani, yang berarti menderita, menjalani atau mengalami. Jadi compassion, menempatkan diri kita dalam posisi orang lain, untuk merasakan penderitannya seolah-olah itu adalah penderitaan kita sendiri, dan secara murah hati masuk ke dalam sudut pandangnya. Itulah sebabnya belas kasih secara tepat diringkas dalam kaidah emas, "Yang meminta kita  untuk melihat kedalam hati kita sendiri, menemukan apa yang membuat kita tersakiti, dan kemudian menolak dalam keadaan apapun, untuk menimbulkan rasa sakit itu pada orang lain". Belas  kasih, oleh karena itu, dapat didefiniskan sebagai sikap altruisme konsisten yang berprinsip.(Karen Amstrong, hal:15).

Orang pertama yang merumuskan kaidah emas, sejauh yang kita tahu adalah guru bijak cina Konfusius (551-479 SM), yang ketika ditanya mana diantara ajarannya yang bisa dipraktikan muridnya, "Sepanjang hari dan setiap hari". Menjawab, "Mungkin perkataan shu (tenggang rasa). "jangan pernah lakukan kepada orang lain apa apa yang kau tidak ingin mereka lakukan untukmu". Ini, katanya adalah inti sari yang terdapat dalam seluruh metode spiritual yang disebutnya jalan (dao) dan menyatukan semua ajarannya.(hal 15).

"jalan guru kami", jalan salah seorang muridnya, "tidak lain adalah ini: lakukan yang terbaik untuk orang lain (zhong) dan tenggang rasa (shu). Terjemahan lain yang lebih baik bagi shu adalah,"mempersamakan dengan diri sendiri". Orang hendaknya tidak menempatkan dirinya dalam kategori khusus yang istimewa, tetapi hendaknya menyambungkan pengalaman mereka sendiri dengan pengalaman orang lain "sepanjang hari dan setiap hari". Lebih lanjut, hanya dapat dipahami oleh seseorang yang mempraktikannya dengan sempurna dan tak terbayangkan oleh siapapun yang tidak melakukan itu seseorang yang bertindak dengan ren "sepanjang hari dan setiap hari" akan menjadi junzi "manusia yang matang". karen amstrong, hal 16.

Belas kasih tidak terlepas dari kemanusiaan, setiap manusia melakukan atau menampilkan belas kasih bukan karena motivasi kepentingan diri sendiri. Melainkan karena seseorang benar-benar manusiawi menjajakan belas kasih secara konsisten berorientasi kepada orang lain.

Budha (470-390 SM), dia mengaku telah menemukan sebuah dunia yang damai suci didalam dirinya yang disebutnya nirwana (memadamkan). Karena nafsu, keinginan dan keegoisan yang selama ini membelenggu telah dipadamkan seperti nyala api. Nirwana, menurut pengakuannya, adalah keadaan yang sepenuhnya alami dan bisa dicapai oleh siapapun yang menjalani latihan-latihannya. Salah satu disiplin intinya adalah meditasi "empat pikran yang teratur" dari cinta yang ada dalam setiap orang dan setiap benda:
-maitri/cinta kasih, keiginan untuk menghasdirkan kebahagiaan bagi semua makhluk.
-karuna/belas kasih, tekad untuk membaskan semua makhluk dan penderitaan mereka.
-mudita/suka cita-simpatik, yang bergembira dalam kebahagiaan orang lain.
-upeksaha/pikiran yang adil, ketenagan yang memungkinakan kita untuk mengasihi semua makhluk secara merata dan tidak memihak.

oleh karena itu, sepakat bahwa belas kasih adalah sesuatu yang alami bagi manusia, bahwa itu adalah pemenuhan watak manusiawi, dan bahwa dalam seruannya untuk menyisihkan ego kita dalam tenggang rasa yang konssiten terhadap ornag lain, akan membawa kita ke dimensi keberadaan yang melampuai keadaan normal kita yang tersirat pada diri sendiri. hal 17

Dalam bahasa bahasa semit, kata untuk "belas kasih" (rahmanut) berasal dari bahasa ibrani, sedangkan kata "rahman" berasal dari bahasa arab, secara etimologis berkaitan dengan rahim. Ikon ibu dan anak merupakan ekspresi arketipel cinta manusia. Ikon ini membangkitkan gambaran tentang kasih sayang ibu yang cenderung mendorong tumbuhnya kapasitas kita untuk altruisme tanpa syarat yang tidak mementingkan diri sendiri. Mungkin saja pengalaman mengajar, membimbing, menerangkan, melindungi dan membesarkan anak-anak mereka mengajari laki-laki dan perempuan cara memedulikan orang-orang selain dari kerabat mereka sendiri, mengembangkan perhatian yang tidak didasarkan perhitungan tanpa perasaan, tapi sebaliknya dipenuhi dengan kehangatan. Kita manusia, dibandingkan dengan spesies-spesies lainnya, bergantung secara lebih radikal pada cinta. Otak kita telah berevolusi untuk peduli dan membutuhkan kepedulian sedemikian rupa sehingga mereka menjadi lemah jika kepedulian kita tidak ada.(hal 26).

Cinta ibu melibatkan cinta afektif, ia memiliki basis komunal yang kuat, tetapi juga membutuhkan tindakan berdedikasi yang tidak egois "Sepanjang hari dan setiap hari". Perhatian seorang ibu untuk anaknya mewarnai seluruh aktivitasnya. Suka atau tidak, seorang ibu harus bangun ketika bayinya menangis malam hari, dan belajar untuk mengawasinya setiap saat sepanajang hari, dan belajar untuk mengendalikan kelelahan, ketidaksabaran, kemarahan dan frustasinya sendiri. Dia terikat kepada anaknya lama setelah anak itu mencapai masa dewasa, bahkan kedua sisi, hubungan itu biasanya baru berakhir hanya pada saat kematian. Cinta itu bisa memilukan hati sekaligus memuaskan diri sendiri, membutuhkan stamina, ketabahan dan kekuatan untuk tidak mementingkan diri sendiri. karen amtrong hal 26.

Kita tahu dari pengalaman kita sendiri bahwa manusia tidak membatasi perilaku altrusitik mereka hanya untuk orang-orang yang membawa gen mereka. Filsuf Confuisius Mencius (371-289 SM), yakin bahwa tidak ada seorang pun yang sepenuhnya kosong dari simpati terhadap orang lain. jika anda melihat seorang anak bergelantungan dibibir sebuah sumur, anda akan segera menerjang maju untuk menyelematkannya. Tindakan anda, tidak terinspirasi oleh kepentingan diri sendiri: anda tidak akan berhenti sejenak untuk memastikan apakah anak itu berkerabat dengan anda, ada dan tidak termotivasi oleh keinginan untuk mengambil hati orangtuanya demi kepentingan anda, mendapatkan kekaguman dari teman-teman anda, atau oleh fakta bahwa anda tengah mendengar jeritan minta tolongnya. Tidak ada waktu perhitungan seperti itu, anda hanya akan merasakan dorongan dari dalam. Akan ada sesuatu yang salah dengan orang yang hanya diam menyaksikan seorang anak jatuh menuju kematiannya tanpa sekilas rasa terusik. Pemadam kebakaran terjun ke lokasi-lokasi kebakaran untuk menyelamatkan orang-orang yang sama sekali tidak mereka kenal, relawan mempertaruhkan nyawa mereka untuk menyelamatkan pendaki tersesat di pegunungan, dll. karen amstrong, hal 27.

Semua sistem keagamaan menemukan bahwa memang mungkin memelihara belas kasih yang digambarkan oleh Mencius itu dan belajar untuk menahan mekanisme "aku duluan" dari otak reptil tua. Lebih lanjut, dengan cara yang sama, orang-orang yang terus menerus melatih diri dalam sari berbelas kasih mewujudkan kapasitas baru dihati dan pikiran manusia, mereka menemukan bahwa ketika mereka secara konsisten mengulurkan tangan kepada orang lain, mereka mampu menghadapi penderitaan yang pasti mendatangi mereka dari ketenangan, kebaikan dan kreativitas. Mereka menemukan kejernihan baru dan mengalami keadaan yang diperkaya secara intensif. hal 28

Membaca dan belajar belas kasih akan menjadi bagian penting dari proses itu dan harus menjadi kebiasaan seumur hidup, tetapi tidak berhenti disitu anda tidak dapat belajar mengemudi dengan membaca manusla mobil, anda harus masuk ke dalam kendaraan itu dan latihan menjalankannya sampai keterampilan yang anda peroleh  dengan susah payah menjadi watak kedua. Anda tidak dapat belajar berenang dengan duduk disamping kolam renang menonton yang lain melompat-lompat didalam air, anda harus mencemplungkan diri dan belajar untuk mengepung. Jika anda tekun, anda akan mendapatkan kemampuan yang pada awalnya tampak mustahil, sama halnya dengan belas kasih, kita bisa belajar tentang susunan saraf otak dan pensyaratan tradisi kita tetapi hanya setelah, dan kecuali jika, kita benar benar mengubah perilaku kita dan belajar untuk berpikir serta bertindak terhadap orang lain sesuai dengan kaidah emas, barulah kita akan membuat kemajuan. hal 34.

*Penulis Fitratul Akbar, Mahasiswa Program Studi Eknomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang. Kota Bima, 11 Mei 2020, 14:30 WIT.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

*Meneladani Perjuangan bapak Pendiri Bangsa.

Islam Melindungi Kemanusiaan Abad 21

Mahatma Gandhi dan Manusia Ahimsa (Anti Kekerasan)